Gelombang tinggi adalah fenomena gelombang laut yang terjadi karena tiupan yang kencang atau angin badai, yang ukurannya di atas ukuran gelombang normal, yang melanda ke daratan. Di Indonesia, secara umum masyarakat menyebutnya sebagai gelombang pasang. Pariwono (2007) menyebutnya sebagai gelombang tinggi.
4.2.1. Pencetus
Fenomena gelombang tinggi ini terjadi karena tiupan angin yang kencang atau badai di laut. Gelombang tinggi ini muncul pada saat angin kencang atau badai berlangsung dan reda ketika angin berlalu. Di Indonesia gelombang tinggi dapat muncul dari arah Samudera Hindia atau Pasifik bila terjadi siklon di kawasan kedua samudera tersebut. Secara lokal, gelombang tinggi dapat muncul pada saat bertiupnya angin monsoon, yang di Indonesia dikenal adanya musim barat dan musim timur.
4.2.2. Karakter kedatangan atau kejadian
Gelombang tinggi yang terjadi karena tiupan angin monsoon kedatangannya diawali dengan tiupan angin dengan arah kedatangan gelombang sesuai dengan arah angin pada musim yang bersangkutan. Sementara itu, bila gelombang tinggi datang dari samudera maka kedatangannya bisa tidak disertai angin dan arah kedatangan gelombang sesuai dengan arah posisi angn siklon yang berlangsung. Kedatangannya cepat.
4.2.3. Prediktabilitas
Kedatangan gelombang tinggi ini dapat diprediksi, baik waktu maupun tempat kejadian. Gelombang akan terjadi pada saat yang bersesuaian dengan musim angin yang terkait. Berkaitan dengan prediksi waktu kedatangan gelombang, baik itu gelombang tinggi maupun siklon, BMG telah membangun sistem informasi yang menyebarkan informasi gelombang dan siklon melalui website (Gambar 4). Contoh tampilan format prediksi gelombang tinggi dapat dilihat pada Gambar 5, dan tampilan website tentang kejadian siklon tropis disajikan dalam Gambar 6. Catatan riwayat terjadinya gelombang ini di suatu kawasan adalah informasi penting yang harus diperhatikan.
4.2.4. Durasi
Gelombang tinggi yang naik ke daratan berlangsung selama beberapa jam. Menurut laporan, gelombang naik ke daratan berlangsung sampai selama 3 jam (Anonim-Ant, 2007).
4.2.5. Areal terganggu
Areal yang dilanda oleh gelombang tinggi ini berupa jalur sempit di tepi pantai, dan panjang garis pantai yang dilanda gelombang ini tergantung pada posisi sumber gelombang terhadap garis pantai. Bila gelombang berasal dari siklon yang terbentuk di samudera maka daerah pesisir yang terkena terpaan gelombang yang berasal dari samudera itu dalam satu kejadian sangat panjang. Pada peristiwa yang terjadi di bulan Mei 2007, dilaporkan bahwa gelombang menerpa daerah pesisir yang menghadap ke Samudera Hindia mulai dari Sumatera, Jawa, Bali sampai Nusa Tenggara (Flores) (Anonim-BBC, 2007). Di samping itu juga dilaporkan bahwa, gelombang dapat naik ke daratan sampai sejauh 300 m (Anonim-Rep, 2007). Sementara itu, bila terbentuk karena tiupan angin monsoon, maka yang akan terkena adalah segmen-segmen pantai tertentu yang menghadap ke arah datangnya angin.
4.2.6. Aktifitas mitigasi
Gelombang tinggi ini terjadi karena tiupan angin yang kencang di lautan. Berkaitan dengan waktu kejadian perlu dicermati bahwa secara umum di Indonesia dikenal adalah monsoon, yaitu monsoon barat-laut dan monsoon tenggara (Tapper, 2002). Monsoon barat-laut berlangsung dari bulan Desember sampai Febuari, angin bertiup dari benua Asia ke Australia, dan umum dikenal sebagai musim angin barat. Monsoon tenggara berlangsung dari bulan Mei sampai September, angin bertiup dari benua Australia ke Asia, dan umumnya dikenal sebagai musim angin timur. Sebagaimana sering dilaporkan oleh media massa gelombang tinggi karena angin kencang terjadi di berbagai daerah di Indonesia pada musim barat maupun musim timur. Terkait dengan terjadinya angin-angin kencang pada kedua musim tersebut, prakiraan kondisi angin dan gelombang dari BMG perlu diperhatikan.
Selain itu, di pesisir yang menghadap ke Samudera Hindia dari pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dapat terjadi terpaan gelombang yang timbul karena badai siklon yang berkembang di Samudera Hindia. Sebagai contoh, gelombang badai yang merupakan bagian dari fenomena yang dikenal dengan “Southern Swell” pada bulan Mei 2007 yang muncul karena badai di Afrika Selatan pada posisi 40oS (AVISO, 2007 dan ESA, 2007). Gelombang yang ditimbulkan oleh badai tersebut mencapai Kepulauan Indonesia (Gambar 7). Oleh karena itu, informasi tentang kejadian siklon tropis di samudera yang mengapit Kepulauan Indonesia, Samudera Hindia dan Pasifik, perlu diperhitungkan.
Selain mengetahui waktu kejadian bencana, hal yang juga penting diketahui adalah mengetahui lokasi kejadian dan luas kawasan yang terganggu. Dengan demikian, pemetaan daerah-daerah yang rawan bencana harus dilakukan sebagai upaya mitigasi bencana. Pemetaan daerah rawan itu dilakukan dengan mempertimbangkan sejarah kejadian serta analisis karakter arah dan kecepatan angin yang terjadi pada musim tertentu. Pembuatan zonasi daerah bahaya di sepanjang pantai perlu dilakukan agar dapat diperhitungkan dalam membangun pemukiman atau aktifitas lainnya di daerah pesisir.
Kembali