Kepulauan Indonesia

Cerita dari, untuk dan tentang Kepulauan Indonesia beserta Penghuni dan Penduduknya

Posts Tagged ‘Tsunami’

Karakter Efek Bencana Alam

Posted by wahyuancol pada Februari14, 2014

Setelah lebih dari 5 bulan didera oleh erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara, kini kembali kita didera oleh erupsi gunungapi. Gunung Kelud menjelang tengah malam menyemburkan abu volkanik yang dampaknya dirasakan sampai ke berbagai wilayah di Jawa Timur dan Tengah. Di antara dua peristiwa erupsi itu, terjadi banjir yang melanda di berbagai kawasan di Indonesia yang di selangi oleh tanah longsor.

Sekarang mari kita lihat karakter efek yang merugikan dari berbagai bencana alam yang mungkin terjadi di Indonesia.

Erupsi Gunungapi

Skala:

    • Dampak langsung  erupsi gunungapi bisa berskala lokal sampai global. Hal itu tergantung pada tipe erupsinya.
    • Bila hanya erupsi guguran lava atau aliran lahar, maka dampaknya sangat lokal.
    • Bila erupsinya erupsi letusan yang kuat dan menyemburkan material volkanik tinggi ke angkasa, maka dampaknya bisa bersifat global, karena mengganggu atmosfer.

Waktu dan Lokasi Kejadian:

    • Berkaitan dengan peristiwa erupsi gunungapi.
    • Durasi atau lama kejadian tidak dapat diprediksi; bisa sampai tahunan
    • Skala kejadian tidak dapat diprediksi.
    • Waktu kejadian sampai tahap tertentu dapat diperkirakan berdasarkan karakter erupsi gunungapi dengan keakuratan sekitar 50%.
    • Tempat kejadian di sekitar tubuh gunungapi atau di kawasan bergunungapi.

Sifat Kejadian:

    • Kejadian diawali dengan peristiwa erupsi gunungapi (tidak mendadak). Dengan sifat kejadian seperti ini seharusnya erupsi gunungapi tidak menimbulkan korban jiwa. Korban jiwa dapat terjadi karena kegagalan sistem peringatan dini, kesalahan prediksi skala erupsi, atau korban tidak mau mengikuti perintah untuk mengungsi.

Efek terhadap lahan:

    • Lahan bisa rusak, tetapi sifatnya sementara.
    • Setelah erupsi berakhir, lahan dapat dimanfaatkan kembali.
    • Setelah beberapa tahun, lahan pertanian menjadi subur.

Efek terhadap harta benda:

    • Harta benda bisa rusak atau hilang secara permanen.

Efek kematian:

    • Bisa mematikan bila terkena erupsi langsung seperti awan panas.
    • Bisa mematikan secara tidak langsung seperti karena terkena bangunan yang ambruk.

Efek lanjutan:

    • Bila atmosfer terganggu karena debu volkanik, maka dapat menyebabkan gangguan cuaca dan penerbangan (dampak negatif meluas menjadi berskala internasional).
    • Kawasan gunung adalah lahan yang subur sehingga berkembang menjadi daerah pertanian, dengan demikian, erupsi gunungapi dapat mengganggu produksi pertanian.

Banjir

Skala:

    • Dampak langsung berskala lokal di suatu kawasan tertentu (Gambar B-1).
Raub pula dinaiki air, amaran peningkatan air di Kuantan tengah malam ini

Gambar B-1. Banjir yang merendam kawasan pemukiman. Sumber foto: Yahoo. Bila air banjir pergi, lahan tidak hilang, rumah masih berada di tempatnya dan bisa dipakai kembali. Kerusakan hanya terjadi pada harta benda yang terendam air. Dapat menyebabkan kematian dengan angka kematian yang sangat rendah (beberapa orang).

 Waktu dan Lokasi Kejadian:

    • Pada musim hujan.
    • Di dataran rendah dan  lahan basah.
    • Tempat kejadian berasosiasi dengan aliran sungai.

Sifat Kejadian:

    • Kejadian diawali oleh terjadinya curah hujan yang tinggi (tidak mendadak). Dengan sifat kejadian seperti ini seharusnya banjir tidak menimbulkan korban jiwa. Korban jiwa dapat terjadi karena korban terlambat mengungsi atau tidak mau mengungsi ketika air banjir mulai menginggi.

Efek terhadap lahan:

    • Lahan dapat rusak karena erosi oleh air banjir yang mengalir. Terutama di daerah yang berada di sekitar alur sungai.
    • Genangan banjir menghasilkan endapan. Setelah beberapa waktu lahan pertanian, khususnya persawahan,  menjadi subuh.
    • Lahan yang dilanda banjir, setelah banjir berlalu, dapat dipakai kembali.

Efek terhadap harta benda:

    • Bila tersapu aliran air banjir harta benda dapat rusak atau hilang permanen.
    • Bila hanya digenangi air banjir, beberapa jenis benda dapat dipakai kembali.

Efek kematian:

    • Dapat menyebabkan kematian bila hanyut oleh air banjir.

Efek lanjutan:

    • Dapat menyebabkan munculnya berbagai jenis penyakit yang berhubungan dengan air.
    • Bila yang terkena banjir adalah kawasan industri, maka dapat mempengaruhi kegiatan industri dan memberi dampak ekonomi berskala internasional.
    • Penduduk yang rumahnya terkena banjir lebih cenderung untuk bertahan di rumah mereka masing-masing dengan alasan untuk menjaga harta benda.

Gerakan Tanah

Skala:

    • Secara spasial, gerakan tanah dapat berskala sangat kecil yang hanya melanda daerah tertentu yang relatif sangat sempit seperti tebing jalan (Gambar GT-1), sampai skala yang cukup besar untuk menghilangkan sebuah dusun (Gambar GT-2).
Warga dan petugas berupaya membersihkan tanah longsor yang menutup jalur Solo-Selo-Borobudur di wilayah Kecamatan Cepogo, Boyolali, yaitu di tikungan Irung Petruk, Jumat (15/2/2013). (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

Gambar GT-1. Longsor berskala kecil di tebing jalan yang menutup sebagian badan jalan. Sumber foto: SOLORAYA, 15 Februari 2013.

 

Gambar GT-2. Gerakan tanah yang berskala cukup besar untuk menghilangkan sebuah dusun di Banjarnegara. Perhatikan perubahan kondisi lahan yang terjadi karena gerakan tanah tipe longsor ini. Longsor 12 Desember 2014. Sumber foto: Kantor Berita Antara. Karena gerakan tanah ini, terjadi kehilangan total lahan, rumah maupun harta benda; dan dapat menyebabkan kematian dengan angka kematian relatif rendah (bisa mencapai angka seratusan).

Waku dan Lokasi Kejadian:

    • Di musim hujan.
    • Di daerah pegunungan atau perbukitan berlerang terjal atau curam.

Sifat Kejadian:

    • Untuk daerah yang telah dinilai rawan longsor, masuknya musim hujan menjadi indikasi awal. Karena kemungkinan terjadinya longsor kecil, maka indikasi ini sering diabaikan.
    • Indikasi lain adalah munculnya retakan di daerah yang akan longsor. Tetapi indikasi ini sering tidak terlihat karena lokasinya di tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang seperti di lereng-lereng perbukitan, di hutan, atau di kebun atau sawah.
    • Karena kurang waspada terhadap indikasi terjadinya longsor, maka dirasakan longsor terjadi tiba-tiba, dan menimbulkan korban jiwa.
    • Peristiwa longsor dapat terjadi kapan pun dalan 24 jam ketika musim hujan.

Efek terhadap lahan:

    • Untuk gerakan tanah tipe longsor, lahan yang terkena gerakan tanah dapat hilang permanen dan tidak dapat dipakai lagi (lihat Gambar 2).
    • Untuk gerakan tanah tipe rayapan tanah, lahan yang terkena masih dapat dipakai secara terbatas.

Efek terhadap harta benda:

    • Untuk tipe longsor, harta benda dapat rusak permanen (lihat Gambar 2).

Efek kematian:

    • Dapat menyebabkan kematian bila tertimbun material longsoran (lihat Gambar 2).

Efek lanjutan:

    • Orang yang rumahnya terkena longsor, dapat kehilangan lahan dan harta secara permanen. Mereka perlu lokasi pemukiman yang baru dan harta benda yang baru untuk mengganti harta benda mereka yang hilang.
    • Peristiwa gerakan tanah dapat merusak jaringan jalan di daerah pegunungan atau perbukitan sehingga menyebabkan gangguan transportasi bagi daerah sekitarnya.

Tsunami

Skala:

    • Dapat berskala kecil (lokal) dan regional dan lintas samudera.

Waktu dan Lokasi Kejadian:

    • Waktu kejadian tidak dapat diperkirakan. Bisa terjadi kapan pun.
    • Daerah yang terkena adalah daerah rendah di kawasan pesisir yang menghadap langsung lokasi yang berpotensi sebagai daerah pembangkit gelombang tsunami, yaitu zona penunjaman lempeng kerak Bumi atau gunungapi yang berada di laut.

Sifat Kejadian:

    • Diawali oleh peristiwa gempa bumi dengan guncangan yang kuat dengan episentrum atau pusat gempa di zona penunjaman (contoh: tsunami Samudera Hindia / Aceh 26 Desember 2004; diawali oleh peristiwa erupsi paroksismal gunungapi yang berada di laut (contoh: tsunami Selat Sunda yang diawali oleh erupsi Gunung Krakatau 1888).
    • Hanya ada selang waktu antara munculnya indikasi terjadinya tsunami dengan sampainya gelombang tsunami. Lamanya selang waktu ini ditentukan oleh jarak antara lokasi tercetusnya gelombang tsunami dengan kawasan pesisir.
    • Korban jiwa terjadi karena ketidaktahuan akan indikasi kemunculan tsunami, atau waktu yang singkat antara munculnya indikasi dan sampainya gelombang tsunami, atau kegagalan sistem peringatan dini, atau ketidaksiapan.

Efek terhadap lahan:

    • Lahan yang terkena tsunami akan mengalami kerusakan sesuai dengan tinggi gelombang tsunami yang melandanya.
    • Lahan dapat hilang (Gambar T-1), rusak dan masih dapat dipergunakan, atau utuh (Gambar T-2).

Gambar T-1. Kerusakan karena tsunami di tepi pantai. Di daerah dekat pantai, tsunami dapat menyebabkan kehilangan lahan atau kerusakan lahan yang berat karena tererosi gelombang tsunami yang datang menerjang. Sumber: Citra dari Digital Globe yang dikutip dari Peter Loud.

 

Gambar T-2. Salah satu bentuk kerusakan karena tsunami. Pada kerusakan seperti ini, sebagian lahan masih utuh dan dapat dilihat batas-batas lahannya, dan sebagian lahan lainnya mungkin rusak tergerus arus sehingga batas-batasnya menjadi tidak jelas. Sumber: Foto dari Associated Press / Eugene Hoshiko dikutip dari Kompas.com.

 

Efek terhadap harta benda:

    • Kerusakan harta tergantung pada tinggi gelombang yang melanda.
    • Harta benda dapat hanya rusak ringan sampai hilang permanen.

Efek kematian:

    • Dapat menyebabkan kematian massal, tergantung pada tinggi gelombang yang melanda.

Erosi

Skala:

    • Dampak langsung berskala lokal.

Efek terhadap lahan

    • Dampak langsung berskala lokal.

Efek terhadap harta benda

    • Dampak langsung berskala lokal.

Skala:

    • Dampak langsung berskala lokal.

Gempa Bumi

Skala

Efek terhadap lahan

Efek terhadap harta benda

Efek kematian

Underconstruction

Posted in Banjir, FENOMENA ALAM, Gerakan Tanah, PROSES (BENCANA) ALAM | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , , , , , , , | Leave a Comment »

Bencana Alam di Indonesia 3 (yang tidak bersiklus)

Posted by wahyuancol pada November7, 2010

Selain bencana alam yang bersiklus atau rutin terjadi, di Indonesia juga ada bencana alam yang kejadiannya tidak rutin atau tidak bersiklus. Apabila bencana alam yang bersiklus kejadiannya terkaitan dengan proses-proses di Atmosfer atau berkaitan dengan gerakan bumi sebagai bagian dari sistem benda langit, maka bencana alam yang tidak bersiklus ini berkaitan dengan proses-proses geologi yang berlangsung di Bumi.

Berikut ini adalah macam-macam bencana alam yang tidak bersiklus itu.

Bencana terkait dengan Aktifitas Volkanisme

Macam-macam bencana yang berkaitan dengan aktifitas volkanisme adalah:

  1. Aliran awan panas. Bencana ini terjadi ketika gunungapi bererupsi; jadi bencana ini hanya dapat terjadi di sekitar gunungapi yang sedang aktif bererupsi (seperti aktifitas Gunung Merapi sekarang, Oktober dan Nopember 2010)
  2. Aliran lahar. Bencana ini juga terjadi di sekitar tubuh gunungapi. Lahar dapat dibedakan menjadi lahar panas dan lahar dingin. Lahar panas dapat terjadi karena dua kondisi. Pertama, terjadi apabila ada danau kawah di gunungapi yang aktif bererupsi, sehingga ketika terjadi erupsi material panas yang bercampur air mengalir menuruni lereng gunungapi sebagai lahar panas. Kedua, terjadi apabila endapan material panas hasil erupsi gunungapi yang menumpuk di lereng gunungapi mendapat siraman hujan yang banyak, sehingga endapan gunungapi yang panas yang bercampur dengan air mengalir menuruni lereng gunungapi sebagai lahar panas. Lahar dingin terjadi bila endapan material gunungapi yang telah dingin mendapat siraman air hujan yang banyak, sehingga percampuran keduanya mengalir menuruni lereng gunungapi.
  3. Semburan/Hujan abu, pasir dan batu. Bencana ini terjadi ketika gunungapi aktif bererupsi (seperti Merapi sekarang ini). Jangkauan bencana ini bisa bersifat sangat lokal di sekitar gunungapi yang bererupsi itu, dan bisa pula berskala global. Bencana yang berskala global terjadi bila semburan debu oleh gunungapi yang bererupsi dapat masuk ke lapisan atmosfer yang tinggi, seperti letusan Gunung Tambura tahun 1815 dan Krakatau tahun 1883.
  4. Semburan gas beracun. Bencana semburan gas beracun dapat terjdi di lingkungan gunungapi yang berada dalam fase masa akhir erupsi seperti di daerah Dieng. Gas yang disemburkan terutama adalah gas H2S.
  5. Tsunami. Bencana tsunami dapat terjadi karena erupsi letusan gunungapi yang terjadi di laut, seperti yang terjadi ketika letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Ketika itu tsunami melanda kawasan pesisir Selat Sunda baik yang di Pulau Jawa (Banten) maupun di Pulau Sumatera (Lampung).

Bencana terkait dengan Gempa Bumi Tektonik

Macam-macam bencana yang berkaitan dengan Gempa Bumi Tektonik adalah:

  1. Bangunan runtuh. Bencana ini terjadi apabila terjadi goncangan gempa yang keras lebih dari 5 skala Richter. Kematian yang berkaitan dengan  gempa terjadi karena bangunan yang runtuh karena gempa dan menimpa manusia. Bencana ini umum terjadi di perkotaan atau kawasan pemukiman.
  2. Gerakan tanah atau Tanah Longsor. Bencana ini dapat terjadi menyusul terjadinya gempa yang kuat yang melanda daerah pegunungan atau perbukitan yang berlereng terjal. Kemungkinan bencana ini membesar apabila gempa terjadi di musim hujan.
  3. Tsunami. Bencana ini dapat terjadi menyusun terjadinya gempa yang kuat di laut. Kawasan yang terlanda tsunami bisa bersifat lokal dan bisa berskala regional. Tsunami bulan Desember 2004 (dikenal sebagai Tsunami Aceh) yang terjadi menyusun gempa di sebelah barat Pulau Sumatera bagian utara adalah contoh tsunami yang berskala regional. Sedang tsunami yang terjadi bulan Oktober 2010 yang melanda Pulau Mentawai adalah contoh tsunami berskala lokal.

Bencana yang umum terjadi di kawasan pesisir

Bencana yang biasa terjadi di kawasan pesisir adalah subsiden, yaitu turunnya permukaan tanah. Menyusul terjadinya subsiden adalah terjadinya banjir karena pasang-surut. Apabila kejadian subsiden bukan di kawasan pesisir, maka bencana yang menyertainya adalah banjir karena hujan.

Bencana karena sebab-sebab lain dan sangat lokal

Bencana alam lain yang sangat lokal dan sangat spesifik adalah  amblesan dan gunung lumpur. Amblesan ini terjadi karena permukaan tanah tiba-tiba turun, dan umumnya terjadi daerah berbukit-bukit. Fenomena gunung lumpur adalah fenomena munculnya lumpur ke permukaan bumi. Lumpur dapat muncul begitu saja di dalam rumah. Fenomena ini banyak terjadi di Jawa Timur.

Salam,

WBS

Bencana Alam di Indonesia 1

Bencana Alam di Indonesia 2

Bencana Alam di Indonesia 4

Posted in Banjir, Gempa, PROSES (BENCANA) ALAM, Semburan Lumpur, Subsiden, Tsunami, Volkanisme | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , | Leave a Comment »

Bencana Alam di Indonesia 1 (Pencetus)

Posted by wahyuancol pada November3, 2009

Bencana alam didefinisikan sebagai bencana yang menimpa manusia murni karena proses alam. Definisi ini mengisyaratkan ada bencana karena aktifitas manusia dan ada pula bencana alam yang dipicu atau diperhebat  oleh aktifitas manusia. pada kesempatan ini kita hanya membicarakan bencana yang murni karena proses alam.

Proses alam dapat terjadi di geosfer atau lithosfer, hidrosfer atau di air atau di laut, dan atmosfer atau di udara. Proses alam yang terjadi di tiga domain itu dapat saling berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, bencana alam yang terjadi di suatu kawasan, termasuk di Indonesia, sangat ditentukan oleh kondisi geologi, oseanografi dan meteorologi kawasan atau daerah tersebut.

Meskipun kita dapat membedakan adanya geosfer, hidrosfer dan atmosfer, namun proses yang terjadi sering sangat berkaitan satu sama lain dan kadang tidak dapat berdiri sendiri.

Bencana terkait Kondisi atau Proses Geologi

Berikut ini kita meninjau bencana alam yang proses utamanya adalah proses geologi. Proses geologi  dapat dibedakan menjadi proses-proses endogen (yang bekerja di dalam Bumi)  dan proses-proses eksogen (yang bekerja di permukaan Bumi).

Proses endogen terdiri dari:

  1. Gerak Tektonik – menyebabkan gempa. Gempa dapat mengebabkan terjadinya patahan di kerak bumi. Guncangan gempa dapat mencetuskan Longsor atau Gerakan Tanah seperti yang terjadi di Padang Pariaman. Adapun patahan yang terjadi di dasar laut dapat memicu terjadinya Tsunami (proses terjadi di laut atau hidrosfer), seperti yang terjadi ketika gempa 26 Desember 2004 di Samudera Hindia. Sementara itu, longsor yang terjadi di palung-palung laut dalam juga dapat menimbulkan Tsunami.
  2. Magmatisme – menimbulkan gunungapi – menyebabkan letusan gunungapi yang menimbulkan aliran Awan Panas atau Lahar Panas bila ada danau kawah yang ikut jebol. Kemudian, endapan pasir di lereng gunungapi bila terkena hujan lebat (proses atmosfer) dapat menimbulkan aliran Lahar, baik lahar panas maupun lahar dingin. Contohnya seperti yang terjadi Gunung  MerapiYoguyakarta.

Proses eksogen terdiri dari:

  1. Pelapukan batuan – menyebabkan gerakan tanah atau longsor. Longsong yang terjadi pada batuan yang lapuk dapat terjadi karena dipicu oleh guncangan gempa (proses endogen), atau oleh curah hujan (proses di atmosfer) yang tinggi.
  2. Banjir – terjadi karena curah hujan yang tinggi. Aliran air yang terjadi dapat menimbulkan erosi di tebing-tebing sungai. Muatan sedimen yang masuk ke laut karena aliran sungai akan menimbulkan sedimentasi di laut.

Bencana terkait Proses di Atmosfer

Berikut ini adalah bencana yang terjadi dengan proses-proses di atmosfer sebagai proses utama.

  1. Angin – terjadi karena proses-proses yang terjadi di atmosfer. Tiupan angin terjadi karena perbedaan tekanan udara. Di Indonesia, pola angin musiman secara umum dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara di Benua Asia dan Benua Australia (Kepulauan Indonesia terletak di antara kedua benua itu). Kita mengenal adanya Musim Angin Barat dan Musim Angin Timur. Untuk daerah pesisir, daerah yang terbuka dari arah barat akan terkena pukulan gelombang yang timbul karena angin barat; sedang untuk daerah pesisir yang terbuka dari arah timur akan terkena pukulan gelombang yang timbul karena angin yang bertiup dari arah timur. Di daerah-daerah tertentu, karena kondisi morfologi daratannya yang bergunung-gunung, dapat terjadi tiupan angin lokal yang merusak. Kita di Kepulauan Indonesia tidak mengalami Badai Tropis. Tetapi, badai yang terjadi di Samudera Hindia dapat menimbulkan gelombang tinggi di pantai-pantai dari pulau-pulau di Kepulauan Indonesia yang menghadap ke Samudera Hindia. Pukulan gelombang di pantai dapat menyebabkan erosi pantai.
  2. Kekeringan (dan Banjir) – terjadi di Indonesia berkaitan dengan perubahan musim angin yang berkaitan dengan posisi Kepulauan Indonesia yang diapit oleh dua benua itu. Atau karena pengaruh dari proses atmosfer yang terjadi di Samudera Pasifik (El Nino atau La Nina). Karena pengaruh proses Samudera Pasifik, musim kering dapat berlangsung lebih panjang durasinya, musim hujan datang terlambat, atau curah hujan sangat tinggi. Kekeringan dapat menimbulkan kebakaran hutan (seperti terjadi di Sumatera dan Kalimantan)  atau kelaparan (atau kekurangan stok pangan nasional) karena kehabisan bahan pangan.

Demikian gambaran tentang berbgai bencana alam yang dapat terjadi di Kepulauan Indonesia.

Dengan memahami bagaimana suatu bencana alam dapat terjadi dan faktor-faktor yang mencetuskan atau mempengaruhi kejadiannya, maka kita dapat memperkirakan tempat kejadian atau yang akan terlanda bencana, dan waktu kedatangan atau kejadian suatu bencana.

Khusus untuk gempa, memang kita belum dapat memperkirakan waktu kejadiannya, tetapi kita dapat menentukan daerah-daerah yang berbahaya bila terjadi gempa.

Semoga bermanfaat.

Salam,

Wahyu

Artikel terkait:

Manusia dan Bencana Alam,

Bencana Alam di Indonesia 2

Bencana Alam di Indonesia 3

Bencana Alam di Indonesia 4

Posted in Banjir, Erosi, Gelombang, Gempa, HIDROSFER, LITOSFER, PROSES (BENCANA) ALAM, Tsunami, Volkanisme | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , , | 8 Comments »

BG: Tsunami

Posted by wahyuancol pada Juni24, 2008

Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda ke daratan. Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunungapi di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat (dapat mencapai kecepatan 950 km/jam), panjang gelombangnya sangat panjang (dapat mencapat panjang 250 km). Di samudera, tinggi gelombang tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati, dan ketika mencapai perairan dangkal ketinggiannya dapat mencapai 30 m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya sistem peringatan dini merupakan penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya. Contoh yang paling mutakhir peristiwa kencana tsunami ini adalah ketika tsunami melanda pesisir barat dan utara Pulat Sumatera di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004.

Tsunami yang terjadi karena gempa bumi atau longsoran di bawah laut kejadiannya berkaitan erat dengan sistem interaksi lempeng kerak bumi yang membentuk sistem penunjaman dan palung laut dalam. Sementara itu, tsunami yang terjadi karena erupsi letusan gunungapi kejadiannya berkaitan erat dengan kehadiran gunungapi bawah laut, baik yang muncul di permukaan laut maupun yang tidak muncul di permukaan laut. Dengan demikian, potensi suatu kawasan pesisir untuk dilanda tsunami dapat diperhitungkan dari keberadaan sistem penunjaman lempeng yang membentuk palung laut dalam, dan keberadaan gunungapi bawah laut. Meskipun demikian, kita tidak dapat melakukan prediksi tentang kapan akan terjadinya tsunami karena kita tidak dapat melakukan prediksi tentang kapan terjadinya gempa, longsoran bawah lautm atau letusan gunungapi bawah laut yang dapat mencetuskan tsunami.

Dalam sejarah moderen, di Indonesia pernah terjadi tsunami karena erupsi letusan gunungapi, yaitu ketika Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus pada tahun 1883. Sementara itu, tsunami yang terjadi karena londsoran bawah laut pernah terjadi pada tahun 1998 di sebelah utara Papua New Guinea (Synolakis dan Okal, 2002; Monastersky, 1999).

Dari uraian tentang tsunami dan berbagai pencetusnya itu, maka kita dapat menentukan kawasan-kawasan pesisir yang potensial untuk terlanda tsunami, yaitu dengan memperhitungkan posisi kawasan-kawasan pesisir terhadap keberadaan sistem penunjaman dan palung laut dalam, serta kehadiran gunungapi bawah laut, meskipun kita tidak dapat menentukan kapan tsunami akan terjadi. Bagi Kepulauan Indonesia, posisi geografisnya yang diapit oleh dua samudera (Samudera Pasifik dan Hindia), serta posisi tektonik yang terletak di kawasan interaksi tiga lempeng kerak bumi utama, dan kehadiran gunungapi bawah laut membuatnya menjadi sangat potensial untuk terkena bencana tsunami. Gambaran tentang kejadian tsunami di Indonesia dalam dua dekade terakir dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kawasan-kawasan pesisir Indonesia yang sangat berpotensi terkena tsunami adalah:

1) Kawasan pesisir dari pulau-pulau yang menghadap ke Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Potensi sumber kejadian tsunami yang utama di kawasan-kawasan itu adalah sistem penunjamanyang ada di hadapan kawasan-kawasan pesisir itu.

2) Kawasan pesisir dari pulau-pulau di kawasan Laut Banda. Di kawasan ini, tsunami dapat berasal dari kawasan Busur Banda maupun berasal dari Samudera Pasifik atau Samudera Hindia yang masuk ke kawasan itu.

3) Kawasan pesisir pulau-pulau yang berhadapan dengan gunungapi bawah laut, seperti kawasan pesisir di kedua sisi Selat Sunda yang mengelilingi Gunung Krakatau.

Koreksi untuk Tabel 3. Pada nomor urut ke-10, tertulis “Pangandaran, Jawa Tengah”; yang benar adalah “Pangandaran, Jawa Barat”. Terima kasih untuk Sdr. Yan Yan (Komentar 1) yang menunjukkan kekeliruan ini.

Kembali Terus

Posted in PROSES (BENCANA) ALAM, Tsunami, Volkanisme, Wilayah Pesisir | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , | 3 Comments »

BENCANA GEOLOGI DI DAERAH PESISIR INDONESIA (BG)

Posted by wahyuancol pada Juni21, 2008

Tulisan ini telah dipubliksikan di Jurnal Alami, BPPT. Bila ingin mengutip sebagai referensi, bisa disitasi sebagai berikut:

Setyawan, W.B., 2007, Bencana geologi di daerah pesisir Indonesia. Alami v. 12, n. 2, 1-11.

Abstrak

Kepulauan Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera, dan terbentuk sebagai hasil interaksi tiga lempeng kerak bumi utama. Konsekuensi dari setting lingkungan yang demikian adalah bahwa kondisi meteorologi dan oseanografi di Kepulauan Indonesia sangat dipengaruhi kedua benua, kedua samudera maupun konfigurasi lempeng kerak bumi di kawasan itu. Proses-proses geologi atau bencana geologi yang berlangsung di kawasan tersebut sangat ditentukan oleh kondisi meteorologi, oseanografi dan pola interaksi lempeng kerak bumi di sekitarnya. Hasil analisis terhadap setting lingkungan di kawasan Kepulauan Indonesia dan sekitarnya menunjukkan bahwa bencana geologi yang dapat terjadi di daerah pesisir dari pulau-pulau yang ada di Kepulauan Indonesia adalah tsunami, gelombang badai, banjir luapan sungai, banjir pasang surut, erosi pantai, sedimentasi dan subsiden. Karakter dari setiap bencana tersebut sangat ditentukan oleh karakter dari pemicunya, yaitu memiliki tempat kejadian yang tertentu, waktu kejadian yang tertentu, maupun muncul dengan gejala awal yang tertentu pula.

Daftar Isi:

1. Pendahuluan

2. Proses Geologi dan Bencana Geologi

3. Metodologi

4. Macam-macam Bencana Geologi

4.1. Tsunami

4.2. Gelombang Badai / Gelombang Tinggi

4.3. Banjir

4.3.1. Banjir Luapan Sungai

4.3.2. Banjir Pasang-surut

4.4. Erosi Pantai

4.5. Sedimentasi

4.6. Subsiden

5. Kesimpulan

Ucapan Terima Kasih

Daftar Pustaka

———————-

1. PENDAHULUAN

Berbagai proses geologi selalau bekerja di sekitar kita. Proses-proses tersebut bekerja membentuk roman muka bumi. Ada kalanya, proses-proses yang bekerja itu bersentuhan dengan manusia dan dapat menyebabkan kerusakan harta benda dan bahkan kematian. Proses-proses geologi yang dapat menimbulkan kerugian pada manusia itu selanjutnya disebut sebagai bencana geologi.

Bila kita memperhatikan lokasi tempat proses-proses geologi berlangsung, maka akan tampak bahwa proses-proses geologi dapat terjadi di semua tempat di permukaan bumi. Oleh karena itu, bencana geologi dapat juga terjadi di berbagai tempat di permukaan bumi. Meskipun demikian, macam-macam proses geologi atau bencana geologi yang terjadi di suatu setting lingkungan sangat ditentukan oleh kondisi geologi dan geomofologi yang ada di lingkungan tersebut. Sebagai contoh, macam-macam bencana geologi yang dapat terjadi di daerah pegunungan tentu akan berbeda dengan macam-macam bencana geologi yang dapat terjadi di daerah pesisir.

Indonesia adalah negara kepulauan. Konsekuensinya adalah bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang dominan terdapat di Indonesia. Selanjutnya, adalah suatu kenyataan bahwa banyak penduduk Indonesia tinggal di kawasan pesisir dan berhubungan dengan laut. Kondisi tersebut dapat dilihat dari banyaknya kota-kota besar di Indonesia yang terletak di kawasan pesisir. Oleh karena itu, mengetahui macam-macam bencana geologi yang dapat terjadi di kawasan pesisir dan memahami karakteristiknya merupakan hal yang penting dalam rangka upaya mitigasi bencana tersebut.

Tulisan ini memberikan gambaran tentang bencana geologi yang mungkin terjadi di dan mengenai daerah pesisir di Kepulauan Indonesia.

2. PROSES GEOLOGI DAN BENCANA GEOLOGI

Proses geologi adalah semua proses yang berlangsung di permukaan bumi atau di bawah permukaan bumi yang melibatkan semua materialyang ada di bumi. Proses-proses tersebut berlangsung di dalam suatu sistem yang bekerja membangun dan membentuk permukaan bumi, dan memindahkan material dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu sistem ke sistem yang lain. Dengan demikian, sesuai dengan perbedaan karakter material yang terlibat dan lokasinya, proses-proses geologi memiliki karakter yang “site specific” (khas menurut lokasinya) meskipun dengan pemisahan yang tidak ketat.

Di daerah pesisir, proses-proses geologi yang khas untuk daerah pesisir umumnya adalah proses-proses geologi hasil interaksi dari angin, gelombang, pasang-surut dan arus. Sebagai bencana geologi, proses-proses geologi itu dapat terekspresikan sebagai tsunami, gelombang karena badai, banjir, erosi pantai dan sedimentasi. Selain itu, ada satu proses geologi yang umum terjadi di daerah pesisir yang tidak ada kaitannya dengan berbagai fenomena yang telah disebutkan di atas, yaitu subsiden. Macam bencana yang terakhir ini berkaitan dengan kondisi geologi daerah pesisir dan aktifitas manusia.

3. METODOLOGI

Makalah ini ditulis berdasarkan pada hasil analisis yang dilakukan terhadap kondisi fisik yang dominan dari pulau-pulau di Kepulauan Indonesia, serta analisis konsekuensi yang berkaitan dengan masalah lingkungan dari posisi Kepulauan Indonesia yang terletak di antara dua benua – Benua Australia dan Asia, dan di antara dua samudera – Samudera Hindia dan Pasifik.

Data dan informasi yang dipergunakan sebagai contoh kasus di dalam makalah ini diutamakan berasal dari hasil penelitian (Tabel 1) dan pengamatan lapangan informal di berbagai lokasi – di Jakarta, Semarang, dan Banda Aceh serta berbagai lokasi lainnya di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, dan kesempatan yang penulis dapatkan. Selain itu juga dipergunakan contoh-contoh kasus dari berbagai referensi sebagai pelengkap.

4. MACAM-MACAM BENCANA GEOLOGI

Berbagai macam bencana geologi dapat terjadi di daerah pesisir, mulai dari yang sangat spektakuler seperti tsunami sampai yang sangat tenang dan berlangsung sangat pelan seperti subsiden. Dari sudut pandang pencetusnya, bencana geologi di daerah pesisir dapat terjadi secara alamiah murni, maupun terjadi dengan campur tangan manusia. Tabel 2 merangkum berbagai karakteristik dari berbagai bencana geologi yang dapat terjadi di daerah pesisir dengan penekanan di Indonesia.

Mohon maaf. Link ke macam-macam bencana sedang dikerjakan. Trims.

4.1. Tsunami

4.2. Gelombang Badai / Gelombang Tinggi

4.3. Banjir

4.3.1. Banjir Luapan Sungai

4.3.2. Banjir Pasang-surut

4.4. Erosi Pantai

4.5. Sedimentasi

4.6. Subsiden

5. KESIMPULAN

Dari makalah ini terlihat bahwa:

1) Wilayah pesisir di Kepulauan Indonesia berpotensi untuk mengalami bencana geologi berupa tsunami, gelombang badai, banjir luapan sungai, banjir pasang surut, erosi pantai, sedimentasi, dan subsiden. Semua macam bencana itu pernah terjadi di dan sekarang ini beberapa di antaranya sedang berlangsung di Kepulauan Indonesia.

2) Berbagai macam bencana geologi tersebut kehadirannya berkaitan erat dengan posisi geografis, tektonik dan kondisi geologi serta geomorfologi Kepulauan Indonesia.

3) Tiap-tiap macam bencana tersebut adalah spesifik dalam hal pencetusnya. Kondisi itu menyebabkan setiap macam bencana bersifat “site specific” dan “time specific”. Artinya, setiap bencana tertentu hanya terjadi di suatu kawasan tertentu dan pada waktu tertentu sesuai dengan pencetusnya. Namun demikian, ada kawasan-kawasan yang berpotensi untuk terkena lebih dari satu macam bencana.

4) Dari berbagai macam bencana tersebut di atas, semuanya dapat diperkirakan lokasi yang berpotensi untuk terkena; dan hampir semuanya dapat diprediksi kemungkinan waktu kejadiannya, kecuali tsunami. Walaupun demikian, semua macam bencana tersebut memberikan indikasi awal kedatangannya.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Wisyanto, MT yang telah memberikan informasi dan peluang untuk penulisan makalah ini. Survei lapangan di wilayah pesisir Serang, Binuangeun dan Pasauran di Propinsi Banten di lakukan dengan biaya DIPA Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun 2003 dan 2004, perjalanan ke Cirebon dengan DIPA tahun 2006, dan Eretan, Jawa Barat dengan DIPA tahun 2007.

DAFTAR PUSTAKA

Antara News, 2007. Gelombang Pasang Landa Pantai Aceh hingga Bali. [http://www.antara.co.id/arc/2007/5/18/gelombang-pasang-landa-pantai-aceh-hingga-bali/]. Akses 18 Juni 2007.

Arbriyakto, D. dan Kardyanto, D., 2002. Identifikasi pengukuran kerugian fisik bangunan rumah dan kerugian sosial penduduk kawasan pantai Kota Semarang. [http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/1-Semarang.doc]. Akses: 18 Juni 2007.

AVISO, 2007. Southern Swell in the Indian Ocean. [http://www.aviso.oceanobs.com/html/applications/meteo/houle_australe_uk.html]. Akses: 1 Juni 2007.

BBC Indonesia, 2007. Gelombang pasang landa pesisir. [http://www.bbc.co.uk/Indonesian/news/story/2007/070520_tidalwave.shtml]. Akses: 1 Juni 2007.

Cooke, R.U. and Doornkamp, J.C., 1977. Geomorphology in Environmental Management: an introduction (reprint edition). Clarendon Press, Oxford, 413 p.

Diposaptono, S., Nizam dan Asvaliantina, V., 2001. Erosi pantai dan klasifikasinya, kasus di Indonesia. Prosiding Konferensi Energi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2001, L-11-21.

Environmental Literacy Council, 2006. Coastal Land Loss in Louisiana. [http://www.enviroliteracy.org/article.php/1129.html]. Akses: 16 Juni 2007.

ESA, 2007. Huge waves from one strom slam coast some 6000 km apart. [http://www.esa.int/esaEO/SEMMJJ9RR1F_economy_o.html] Akses: 1 Juni 2007.

Fauzi dan Ibrahim, G., 2002. Lessons learned from large tsunami that occurred in Indonesia. Paper presented in International Workshop on Tsunami Risk and Its Reduction in the Asia-Pacific Region, Bandung, March 18-19, 2002.

King, C.A.M, 1953. The Relationship betweem wave incidence, wind direction, and beach change at Marsden Bay, County Durham. In: J.A. Steers (editor), 1971, Introduction to Coastline Development, Macmillan and Co Ltd., London, 117-132.

Kompas, 2007. Warga harus meningkatkan kewaspadaan. [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/Jabar/21907.htm]. Akses: 1 Juni 2007.

Kompas, 2007b. Ratusan Rumah di Muara Karang Terendam. Kompas edisi cetak Sabtu 16 Juni 2007, Rubrik Metropolitan. [http://www.kompas.com/]. Akses: 16 Juni 2007.

Media Indonesia Online, 2007. Banjir air laut pasang kembali merendam Pantura. [http://www.media-indonesia.com/]. Rubrik Nusantara, Jum’at 15 Juni 2007.

Media Indonesia, 2007. Kandas dihantam badai. Berita foto, selasa 12 Juni 2007, h. 12.

Monastersky, R., 1999. Seabed slide blamed for deadly tsunami. Sciences News, v. 156, n. 7, p. 100. [http://www.sciencenews.org/pages/sn_arc99/8_14_99/fob2.htm]. Akses: 30 Mei 2007.

Setyawan, W.B., 2002. Bahaya Tsunami dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Year Book Mitigasi Bencana 2002. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 16-22.

Setyawan, W.B., 2003. Karakteristik garis pantai Propinsi banten 1: Pertumbuhan Delta Ciujung-Cidurian Baru. Makalah dipresentasikan dalam Temu Ilmiah ISOI-Bidang Geologi Kelautan, Bandung 25 Agustus 2003.

Skinner, B.J. and Porter, S.C., 2000. The Dynamic Earth: an introduction to physical geology, 4th edition, John Willey & Sons, Inc., New York, 112 p.

Suara Merdeka, 2007. Tergenang Rob. Suara Merdeka, Jum’at 8 Juni 2007, Berita Foto, Rubrik Lintas Semarang, h. H.

Synolakis, C.E. and Okal, E.A., 2002. The 1998 Papua New Guinea Tsunami: evidence for an underwater slump. Abstract presented in International Workshop on Tsunami Risk and Its Reduction in the Asia-Pacific Region, Bandung, March 18-19, 2002.

Tapper, N., 2002. Climate, climatic variability and atmospheric circulation patterns in the Maritime Continent Region. In: P. Kershaw, B. David, N. Tapper, D. Penny and J. Brown (editors), Bridging Wallace’s Line: the environmental and cultural history and dynamic of the SE-Asian-Australian Region, Advance in Geoecology 34, Catena Verlag GMBH, Reiskirchen, 5-28.

Posted in PROSES (BENCANA) ALAM, Wilayah Pesisir | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , | 4 Comments »