Kepulauan Indonesia

Cerita dari, untuk dan tentang Kepulauan Indonesia beserta Penghuni dan Penduduknya

Archive for the ‘TUHAN’ Category

Erupsi Sinabung 2013-2014: zona bahaya bukan untuk dilanggar!

Posted by wahyuancol pada Januari22, 2014

Sampai bulan Januari 2014 Gunung Sinabung masih terus aktif menyemburkan material dari dalam perutnya. Erupsi gunungapi tersebut telah berlangsung selama 4 bulan lamanya, dan belum ada indikasi kapan erupsi itu akan berhenti. Ada hal yang menarik untuk dicatat terkait dengan erupsi Gunung Sinabung ini, yaitu tidak ada korban jiwa karena erupsi gunung tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian karena ini merupakan suatu prestasi yang pantas dicermati.

Tidak adanya korban jiwa dalam erupsi gunungapi dapat karena berbagai hal, antara lain:

  1. Pemerintah yang sigap menangani masalah ini. Termasuk dalam kategori ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan: (a) sistem peringatan dini terhadap bahaya erupsi gunungapi, (b) cara penyampaian informasi yang baik sehingga dapat diterima oleh masyarakat, (c) proses pengungsian yang baik, dan (d) manajemen pengungsi yang baik di lokasi pengungsian. Erupsi gunungapi yang sulit diperkirakan kondisinya sering menjadi masalah ketika menyampaikan anjuran kepada masyarakat di sekitar kawasan gunungapi untuk mengungsi.
  2. Masyarakat patuh terhadap anjuran untuk mengungsi. Kepatuhan masyarakat untuk memenuhi anjuran untuk mengungsi merupakan hal yang sangat penting. Dalam kasus pengungsian terkait dengan erupsi gungapi, meraih kepercayaan masyarakat sehingga mereka mau untuk mengungsi merupakan hal yang sering tidak mudah. Banyak alasan yang bisa dipakai untuk menolak anjuran untuk mengungsi, mulai dari keyakinan  bahwa bencana erupsi tidak akan mengenainya hingga kekhawatiran akan keselamatan harta benda yang ditinggalkan.

Hal lain yang rasanya perlu disampaikan di sini adalah bahwa kita dapat memandang erupsi Gunung Sinabung sebagai hal yang patut disambut dengan kegembiraan atau disyukuri. Tentu ada yang bertanya, mengapa demikian?

Perlu di ketahui bahwa kawasan lereng Gunung Sinabung yang sekarang ini sedang diselimuti oleh debu volkanik adalah daerah pertanian yang penting di Sumatera bagian utara. Hasil-hasil pertaniannya dirasakan manfaatnya hingga Banda Aceh di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, di ujung barat Pulau Sumatera. Aktifitas pertanian di kawasan Gunung Sinabung yang telah berlangsung sekian lama hingga sebelum eruposi di bulan September 2013 ternyata telah menyebabkan turunnya kesuburan lahan-lahan pertanian dan telah meningkatkan penggunaan pupuk. Saat ini, lahan pertanian yang telah turun kesuburan alamiahnya sedang diselimuti debu volkanik. Pada saatnya nanti, setelah erupsi berakhir dan material debu volkanik itu mengalami pelapukan, maka akan hadir tanah yang sangat subur di daerah tersebut. Dengan pola pikir yang demikian ini, maka pantaslah bila kita bersyukur dengan terjadinya erupsi gunungapi tersebut, karena erupsi tersebut menunjukkan Tuhan sedang memperbaiki lahan pertanian kita yang telah turun kesuburannya. Yang diperlukan sekarang ini hanyalah bersabar menunggu proses penyuburan lahan itu selesai.

————————–

Selasa 4 Februari 2014

Catatan lebih dari empat bulan erupsi yang tidak memakan korban jiwa dari erupsi Gunung Sinabung ternyata harus berakhir di hari Sabtu 1 Februari 2014. Erupsi yang meluncurkan awan panas di hari itu telah menewaskan 14 orang.  Dari jumlah tersebut, 4 orang korban adalah pelajar SMK, 4 orang mahasiswa, 4 orang warga luar daerah, 1 orang guru, dan 1 orang warga Kabanjahe (Inilah.com).  Disebutkan juga,  2 orang mahasiswa yang tewas adalah dari  Sekolah Tinggi Komunikasi Pembangunan Medan (Vivanews). Warga setempat yang tewas diduga adalah pemandu para pelajar/mahasiswa (Tempo). Selain itu, ada pula yang menyebutkan bahwa 7 orang dari 14 orang yang tewas itu adalah para relawan GMKI yang tewas di dalam tugas (Metrotvnews).

Berkaitan dengan korban jiwa tersebut, perlu kita ketahui siapa mereka dan bagaimana mereka bisa menjadi korban. Memang belum jelas diberitakan siapa sesungguhnya mereka yang tewas, tetapi yang pasti ternyata mereka sebagian besar adalah bukan penduduk setempat yang tidak mau mengungsi, melainkan warga luar daerah yang masuk ke zona bahaya dengan panduan penduduk setempat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa telah terjadi pelanggaran zona bahaya. Kesimpulan ini diketahui dari berita yang menyebutkan masih ada yang masuk ke zona bahaya (Metrotvnews), berita yang menyebutkan TNI AD dan Brimob menjaga perlintasan agar warga tidak masuk ke zona bahaya (Okezone).

Apapun yang kemudian dilakukan setelah jatuh korban jiwa memang tidak dapat mengembalikan para korban, tetapi peristiwa ini menjadi pelajaran bahaya penetapan zona bahaya bukan pernyataan isapan jempol yang bila dilanggar tidak mendatangkan resiko.

Salam,

Wahyu 

Posted in Cara Bumi di Hidupkan, FILSAFAT, HUMANIORA, Manusia dan Alam, Memahami Pengaturan, PROSES (BENCANA) ALAM, TUHAN, Volkanisme | Dengan kaitkata: , , , , , , | Leave a Comment »

Ketika Keinginan Manusia Dituruti 1: Kepincangan populasi (Pelajaran dari India)

Posted by wahyuancol pada November3, 2011

Tuhan menciptakan segala sesuatu di dunia ini berpasang-pasangan. Dari satu pasangan hasil ciptaan itu, keduanya memang berbeda tetapi perbedaan itu tidak membuat yang satu menjadi lebih tinggi nilainya atau kedudukannya dari yang satunya lagi. Pada suatu pasangan, keduanya yang berbeda itu saling melengkapi satu sama lain dengan kedudukan yang setara.

Demikian pula manusia. Ia diciptakan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki berbeda dari perempuan. Dalam berbagai hal, laki-laki lebih unggul daripada perempuan, tetapi dalam berbagai hal lainnya lagi perempuan lebih unggul daripada laki-laki. Apabila laki-laki dan perempuan berpasangan, maka keduanya menjadi saling melengkapi sehingga banyak hal yang tidak dapat diselesaikan bila sendirian menjadi dapat diselesaikan dengan bersama-sama. Termasuk, dalam hal menyempurnakan kebahagiaan hidup.

Namun demikian, tetap masih ada sekelompok orang yang memandang laki-laki lebih baik daripada perempuan, atau sebaliknya. Mereka menentang kehendak Tuhan yang menciptakan pasangan yang saling berbeda  itu dengan tujuan untuk saling melengkapi. Salah satu contoh adalah apa yang sekarang ini diberitakan terjadi di India. Sekelompok masyarakat memandang lebih anak laki-laki daripada anak perempuan. Sedemikian tinggi penilaian yang mereka berikan kepada anak laki-laki sehingga mereka melakukan pengguguran kandungan yang diketahui akan melahirkan anak perempuan.

Akibat dari pandangan mereka itu adalah terjadi kepincangan populasi di dalam kelompok mereka. Jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Efek susulannya adalah (1) banyak laki-laki yang tidak menikah karena tidak ada perempuan yang dinikahi; dan muncul suatu hal yang aneh bagi kita di sini, yaitu (2) meminjamkan istri kepada orang lain (selain suaminya).

Itulah suatu kenyataan yang benar-benar terjadi di dalam suatu kelompok masyarakat di India.

Semoga bermanfaat.

Salam,

WBS

Ingin tahu lebih jauh silahkan simak naskah asli di bawah ini, atau silahkan klik ini.

Tradisi Pinjam Istri karena Jumlah Perempuan Makin Sedikit

(AN Uyung Pramudiarja – detikHealth)

Warga India cenderung memilih anak lelaki, sehingga populasi perempuan terus menyusut karena sering diaborsi sejak dalam kandungan. Akibatnya muncul praktik saling meminjamkan istri karena tak semua lelaki bisa dapat pasangan sendiri.

Praktik semacam ini bisa ditemui di distrik Baghpat, negara bagian Uttar Pradesh yang terletak di wilayah India bagian utara. Salah satu korbannya adalah Munni, perempuan berusia 40-an tahun yang sehari-hari harus melayani hingga 3 orang lelaki.

Munni bukan seorang pekerja seks, ia adalah ibu rumah tangga biasa seperti halnya para perempuan di belahan dunia lain. Bedanya, selain melayani suaminya sendiri ia juga harus menjadi istri 2 saudara iparnya yang semuanya tidak beruntung mendapatkan istri sendiri.

Sebagai istri pinjaman, Munni juga harus memberikan kepuasan lahir batin kepada kedua saudara iparnya ini dan melayaninya seperti suami sendiri. Karena itu dalam sehari, ia harus berperan sebagai istri dari 3 lelaki sekaligus meski statusnya hanya sebagai pinjaman.

“Suami saya dan orangtuanya menyuruh saya melayani kedua saudara ipar saya, siang malam dan kapanpun mereka mau. Kalau menolak saya dipukul,” ungkap Munni yang telah memiliki 3 anak hasil kerjasama para suaminya, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (2/11/2011).

Diyakini, kasus yang menimpa Munni juga dialami banyak perempuan lain di Baghpat hanya saja tidak ada yang berani melapor karena perempuan di wilayah itu diharamkan keluar rumah sendirian. Munni sendiri baru berani berbagi cerita setelah didatangi para pekerja sosial.

Menurut para pekerja sosial yang kini mendampingi Munni, tradisi meminjamkan istri marak di wilayah miskin seperti Baghpat. Pemicunya adalah populasi perempuan yang makin menyusut, akibat praktik aborsi yang sering dilakukan terhadap janin perempuan.

Dugaan ini diperkuat oleh data sensus terbaru yang dilakukan pemerintah setempat. Pada tahun 2011, perbandingan jenis kelamin di distrik Baghpat tercatat hanya 858 perempuan tiap 1.000 lelaki sementara rasio nasionalnya adalah 940 perempuan tiap 1.000 lelaki.

Angka kelahiran bayi perempuan di wilayah ini juga tercatat semakin sedikit dari tahun ke tahun. Sepanjang tahun 2011 hanya ada 837 kelahiran bayi perempuan, padahal 10 tahun sebelumnya yakni pada 2001 angkanya masih mencapai 850 kelahiran bayi perempuan.

“Kami telah menyaksikan sendiri dampak terburuk dari menyusutnya populasi perempuan di beberapa lingkungan masyarakat,” ungkap Bhagyashri Dengle, direktur eksekutif Plan India, sebuah organisasi sosial yang mendampingi Munni dan korban-korban tradisi meminjamkan istri lainnya.

Dalam tradisi sebagian masyarakat India, kelahiran bayi laki-laki memang dianggap membawa keberuntungan dan berkah bagi orangtua ketika mulai memasuki usia lanjut. Karena itu praktik aborsi ilegal marak dilakukan, khususnya terhadap janin perempuan.

Tak heran jika populasi perempuan di wilayah tersebut makin menyusut. Akibatnya bukan membawa keberuntungan, kondisi ini justru menciptakan penderitaan bagi para lelaki yang tidak mendapat pasangan maupun para perempuan yang terpaksa dijadikan istri pinjaman.

“Di tiap desa paling tidak ada 5-6 bujangan yang tidak mendapat pasangan. Bahkan di wilayah lain, dalam satu keluarga bisa ada 3-4 anak laki-laki yang tidak pernah menikah. Ini masalah yang sangat serius,” tutur Shri Chand (57 tahun), seorang pensiunan polisi di Baghpat.

Posted in BELAJAR DARI, India, Penciptaan, TUHAN | Dengan kaitkata: , , , , , , | Leave a Comment »

Mengenal Tuhan dari Jendela Geologi dan Bencana Alam

Posted by wahyuancol pada Januari8, 2011

Mengenal Tuhan dari ciptaan-Nya ternyata bukanlah hal yang mudah. Menyusul tsunami tanggal 26 Desember 2004 melanda sebagian besar kawasan pesisir Nanggroe Aceh Darussalam dan meluluh-lantakkan kota-kota pesisir seperti Banda Aceh, Meulaboh dan Calang, muncul di banyak surat kabar berbagai pendapat tentang penafsiran alasan terjadinya bencana alam. Ada yang mengatakan tsunami itu hukuman Tuhan, ada yang mengakatan tsunami itu peringatan Tuhan, ada yang mengakatakan bahwa tsunami itu bencana alam atau peristiwa alam biasa. Semua pendapat dengan alasannya masing-masing. Di sela-sela hiruk pikuk upaya penyelamatan dan sehabilitasi yang dilakukan, ada orang-orang yang melakukan penelitian sehingga menghasilkan berbagai karya ilmiah yang dipublikasikan secara internasional.

Gelombang tsunami yang menyapu kawasan pesisir tersebut menewaskan lebih dari seratus ribu orang. Dengan tidak pandang bulu, tua – muda, lelaki – perempuan, bayi – orang tua, kaya – miskin, rakyat jelata – pemimpin, penjahat – penegak hukum, pemuka agama dan apapun agama dan kepercayaan mereka tewas terlanda gelombang tsunami itu. Dalam kondisi seperti itu sebersit rasa menuntut keadilan mungkin muncul dalam diri kita dengan pikiran mengapa Tuhan menyamaratakan semuanya? Tidak semua korban bencana itu adalah orang yang berdosa, atau tidak semua orang yang dihukum itu adalah orang yang berdosa.

Melihat hubungan antara Tuhan dan Bencana Alam yang menimpa manusia itu sering tidak mudah bagi sebagian orang. Kekeliruan dalam berpikir tentang proses alam tidak jarang membuat orang jatuh dalam pikiran bahwa Hukum Alam berbeda dari Hukum Tuhan, atau Mengapa Tuhan membiarkan hal yang buruk bagi manusia terjadi?, atau Tuhan tidak memiliki peran apapun terhadap peristiwa di alam ini.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut, berikut ini saya sajikan tulisan yang menarik dari seorang teman tentang hubungan Tuhan dan Bencana Alam di bawah judul Teologi Kebencanaan.

—————————-

Teologi Kebencanaan

(Jum’at 24 Desember 2010, iagi-net-I)

Hari Sabtu minggu yang lalu, saya hadir di sebuah gereja di wilayah Cibubur dalam sebuah diskusi panel berjudul “Bencana Alam: fenomena alam atau hukuman Tuhan?”. Diskusi dihadiri oleh lima orang pendeta, beberapa orang relawan dan penggiat LSM bencana, dan sekitar 30 orang warga gereja setempat.

Diskusi ini diadakan dalam rangka pembahasan “Teologi Kebencanaan” oleh PGI (persekutuan gereja-gereja di Indonesia) sebagai upaya menjawab pertanyaan di masyarakat yang senantiasa merasa atau bertanya apakah bencana merupakan hukuman Tuhan.

Setelah kebaktian singkat yang dipimpin oleh seorang pendeta, saya diminta mempresentasikan materi yang telah saya siapkan, berjudul sama dengan tema diskusi panel, “Bencana Alam: fenomena alam atau hukuman Tuhan?”. Materi yang saya bawakan terbagi menjadi tiga bagian: hakikat bencana, geologi dan bencana alam di Indonesia, bencana alam: fenomena alam atau hukuman Tuhan? Bencana yang dibahas terutama yang berhubungan dengan proses-proses geologi yang sering terjadi di Indonesia, yaitu gempa, tsunami, erupsi gunungapi. Para pendeta dan peserta diskusi panel, hari itu belajar tentang planet Bumi, tektonik lempeng, mekanisme gempa-tsunami-erupsi gunungapi.

Setelah melakukan presentasi sekitar 1,5 jam menayangkan 65 slides, dimulailah sesi tanya jawab menyangkut geologi, filosofi dan teologi kebencanaan. Saya ingin ceritakan beberapa tanya jawab menyangkut hakikat kebencanaan dari segi filosofi dan teologi. Beberapa di antaranya adalah seperti di bawah ini.

(1) Pertanyaan mendasar pertama datang dari seorang pendeta, apakah itu hukum alam, apakah itu hukum TUHAN, kapan TUHAN menggunakan hukum alam untuk menyatakan maksudnya, apakah TUHAN hanya “menumpang” hukum alam untuk menyatakan maksudNya, apakah alam itu beritme?

Saya menjawab, sejak zaman Galileo, ilmu tentang alam semesta didasarkan pada ketiga postulat: (1) adanya hukum-hukum universal yang bersifat matematik, (2) penemuan hukum-hukum yang terjadi melalui eksperimentasi ilmiah, (3) data-data eksperimen yang bisa diulang-ulangi dengan hasil yang sama, sehingga setiap fenomena alam punya tingkat prediktibilitas – itulah hukum alam. Tuhan telah memberikan kepada manusia sebuah dunia yang tertib (Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta, kata Einstein), atau alam semesta yang bernalar kata Paul Davies-ahli fisika penulis buku-buku sains, yang menjadikan dunia ini nyaman dihuni (misalnya ada jaminan bahwa matahari tidak tiba-tiba menghilang).

Dunia yang dapat dihuni ini adalah fakta bahwa hukum-hukum alam bisa diandalkan, dan selalu bekerja dengan cara yang sama. Proses-proses geologi pun tidak terjadi sembarangan, mereka mengikuti aturan-aturan, hukum-hukum, yang diketahui berdasarkan penyelidikan dan penelitian sekian lama, dan setiap proses itu punya nilai prediktibilitas baik ke masa lalu (key to the past) maupun ke masa depan (key to the future). Proses-proses geologi adalah hukum alam. Sebab bagi orang percaya bahwa Tuhanlah yang menciptakan alam semesta, maka hukum-hukum alam yang mengatur jalannya alam semesta adalah juga hukum-hukum Tuhan. Tuhan menggunakan hukum alam yang diciptakanNya sesuai kehendakNya, dan Dia tidak pernah “menumpang” kepada hukum alam, sebab hukum alam adalah hukum Tuhan, milikNya sendiri. Alam memang beritme, bersiklus, yang terjadi sepanjang sejarah Bumi, sepanjang zaman-zaman geologi.

(2) Seorang pendeta berpendapat bahwa proses-proses geologi hanyalah mengikuti hukum kekekalan massa, kekekalan energi dan kesetimbangan, dan bahwa sesungguhnya tak adalah yang namanya bencana itu secara proses geologi. Bencana, menurutnya hanyalah pandangan antroposentrisme, bukan pandangan geologi.

Saya membenarkannya. Betul, seperti kata Gordon Oakeshott (1972 dalam sebuah buku ‘Man and His Physical Envionment’), “There are no a geologic hazards without people. Geologic hazards are merely normal geologic processes or events until man gets in the way; then the processes or events become hazards”. Saya menambahkan bahwa yang terasa sebagai “bencana” itu hanyalah relatif untuk segolongan korban pada saat itu. Pada periode lain, proses geologi yang menjadi “bencana” itu ternyata membawa berkat juga. Hujan pasir dan abu volkanik serta terjangan awan panas menjadi bencana buat segolongan orang pada suatu masa. Pada masa lain semua pasir dan abu volkanik hasil letusan itu kemudian bisa menjadi sumber nafkah segolongan orang pada masa berikutnya yang melakukan penambangan pasir. Benturan meteorit di Afrika Selatan tentu menjadi bencana katastrofik pada suatu masa ketika ia jatuh, tetapi pada masa lain ternyata sebuah teori mengatakan bahwa meteorit itu bisa menjadi tambang intan. Maka bencana itu relatif, proses geologi hanyalah proses geologi, ia menjadi bencana saat bersentuhan dengan manusia, dan ketika kita memandangnya secara antroposentris.

(3) Seorang peserta diskusi menanyakan sebuah pertanyaan, mengapa Tuhan yang baik membiarkan bencana yang buruk terjadi. Apakah doa-doa, akan membebaskan Indonesia dari bencana ?

Saya menjawab, pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan terkenal yang biasa muncul di buku-buku ateisme. Silogisme ateis menyebutkan: kalau Tuhan mahabaik, Ia akan hancurkan kejahatan. Kalau Tuhan mahakuasa, Ia dapat menghancurkan kejahatan. Tetapi kita melihat kejahatan ada terus dan mungkin semakin jahat, maka kalau begitu tak ada Tuhan sebab kejahatan meraja lela. “Si Deus est, unde malum?” – Kalau Tuhan ada, mengapa ada kejahatan? David Hume, filsuf dari abad ke-18 menulis, ” Adakah Allah bermaksud mencegah kejahatan tetapi tidak sanggup? Maka itu berarti Dia tidak berkuasa. ‘Problem of evil’ (termasuk ‘kejahatan’ alam dalam rupa bencana) sesungguhnya telah menjadi argumen klasik sejak zaman Epikurus (341-270 SM) yang menanyakan keadilan dan kasih sayang Tuhan di mana ketika kejahatan meraja lela. Akhirnya ini mengarah ke keberadaan Tuhan sendiri. Tulis Epikurus, “Tuhan ingin menyingkirkan kejahatan, tetapi Ia tak mampu, atau Ia mampu, tetapi tidak mau, atau Dia tak mau dan tak mampu. Kalau Tuhan mau tetapi tak mampu, maka Ia Tuhan yang lemah. Kalau Tuhan tak mau dan juga tak mampu, maka Ia Tuhan yang dengki dan lemah, jadi bukanlah Tuhan.

Bagi seorang ateis, begitu banyaknya kejahatan dan penderitaan manusia telah menjadi argumen tangguh untuk ateisme. Adanya kejahatan dan penderitaan merupakan sebab utama keragu-raguan iman dan pemberontakan melawan Allah. Thomas Aquinas merumuskan pandangan ateisme itu, “Seandainya Allah ada, tidak akan ada satu tempat pun di mana kejahatan ditemukan. Padahal kejahatan ditemukan di dunia. Maka Allah tidak ada”.

Bagi orang yang beragama, Tuhan berada di balik setiap peristiwa. Tak ada peristiwa akan terjadi tanpa kehendakNya. Louis Leahy dan Budhy Munawar-Rachman (STF Driyarkara) menulis bahwa pendapat seperti itu akan mengarah kepada Tuhan yang sewenang-wenang. Mengapa sekumpulan orang yang tak bersalah mati karena bencana, sementara sekumpulan orang lain tidak. Jadi, Tuhan tidak selalu ada di balik setiap peristiwa. Mereka menulis bahwa sebenarnya dalam setiap kejadian belum tentu kita dapat menemukan pesan sebab memang tak ada pesan apa-apa. Tidak ada alasan mengapa sekumpulan orang ini kena musibah, sementara yang lain tidak. Peristiwa-peristiwa bencana tidak mencerminkan pilihan Tuhan, itu peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja. Segala bentuk bencana bukanlah kehendak Tuhan, demikian Leahy dan Munawar-Rachman berpendapat dalam artikel “Tuhan dan Masalah Penderitaan” (Kanisius, 2008).

Tetapi, berbeda dari pandangan Leahy dan Munawar-Rachman (2008), ada beberapa bencana yang memang dikehendaki Tuhan, dan Tuhan berada di balik peristiwa itu, yaitu pembinasaan Sodom dan Gomora yang dikisahkan dalam kitab-kitab suci (Alkitab, Kejadian 19: 15, 24 – Al Qur-an, Surat Huud : 76, 82) yang dalam penafsiran saya disebabkan oleh gempa katastrofik dan letusan gunung garam yang mengandung aspal, minyak, ter dan belerang serta kedua kota mengalami likuifaksi ke bawah Laut Mati (lihat abstrak makalah tentang ini di bawah). Terhadap hal-hal ini, ada pelajaran bahwa semua bencana adalah fenomena alam, tetapi sebagian bencana bisa merupakan sarana penghukuman Tuhan.

Tuhan telah memberikan kepada manusia sebuah dunia yang tertib, yang menjadikan dunia ini nyaman dihuni. Dunia yang dapat dihuni ini adalah fakta bahwa hukum-hukum alam bisa diandalkan, dan selalu bekerja dengan cara yang sama. Tetapi ada juga yang perlu disadari dari fakta hukum alam ini adalah, bahwa hukum alam bukan hanya memberi kesan keteraturan saja, tetapi juga dari hukum yang sama, bisa terjadi bencana bagi manusia. Hukum alam berupa gravitasi misalnya, membuat kita hidup, tetapi hukum alam yang sama bisa menyebabkan jembatan atau gedung runtuh. Kita tidak bisa hidup tanpa hukum-hukum alam, tetapi hidup dengan hukum alam berarti kita juga dikelilingi begitu banyak bahaya yang menyebabkan penderitaan.

Kesimpulannya, hukum alam netral, ia bisa terasa baik atau jahat. Hukum alam tidak bersifat baik atau jahat, ia hanya tak peduli, berlaku sama bagi semua orang. Hukum alam tidak mengenal perkecualian, ia tidak membedakan suku bangsa, agama, golongan, bisa melanda siapa pun, orang jahat atau baik.

Indonesia, selama ia duduk di atas lempeng-lempeng yang saling bertubrukan, di area tepi-tepi tubrukan atau papasan lempeng itulah selalu akan ada proses-proses gempa, tsunami dan erupsi gunungapi yang bisa jadi bencana kala bersentuhan dengan manusia. Doa-doa barangkali tak akan membebaskan Indonesia dari bencana itu sebab itu hukum alam, hukum Tuhan. Tetapi doa barangkali bisa membuat manusia diberikan akal budi untuk menghindari bencana atau berkawan hidup di tengah bencana.

Demikian sedikit ulasan.

Beberapa kesimpulan saya terkait hal ini:

1. Karena kondisi geologinya yang merupakan wilayah pertemuan antara tiga lempeng besar, Indonesia adalah wilayah yang paling rawan gempa-tsunami-erupsi gunungapi di dunia.

2. Secara geologi, gempa-tsunami-erupsi gunungapi adalah proses alam biasa karena kesetimbangan gaya dan kekekalan energi.

3. Bencana alam gempa-tsunami-erupsi gunungapi adalah fenomena alam, yang dapat digunakan Tuhan untuk menyatakan kuasaNya atau melakukan penghukuman.

4. Bencana-bencana alam di Indonesia hanyalah proses geologi biasa, fenomena alam, yang bisa menjadi bencana kala bersentuhan dengan manusia, apakah itu hukuman Tuhan, susah menjawabnya tetapi dari sejarah, bukan suatu kemustahilan kalau Tuhan mau menggunakan proses-proses geologi untuk menyampaikan maksudnya.

Salam,

Awang

LAMPIRAN

————————————————

PROCEEDINGS PIT IAGI LOMBOK 2010

The 39th IAGI Annual Convention and Exhibition

“KIAMAT” 2000 SM DI SODOM DAN GOMORA:

KETIKA TUHAN MENGGERAKKAN RETAKAN GEOLOGI LAUT MATI

Awang Harun Satyana (BPMIGAS) Jakarta

SARI

Kitab Suci Agama Kristen dan Islam mencatat pembinasaan kota-kota Sodom dan Gomora oleh hukuman Tuhan. “Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora…dan ditunggangbalikkanNyalah kota-kota itu…asap dari bumi membubung ke atas sebagai asap dari dapur peleburan.” (Kitab Kejadian 19 : 24-28). “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah… dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (Surat Huud : 82).

Penelitian-penelitian arkeologi dan geologi yang telah dilakukan sejak tahun 1920-an di wilayah Laut Mati menemukan bahwa bekas-bekas kota Sodom dan Gomora paling mungkin terletak di tepi tenggara Laut Mati, yaitu dua kota yang di dalam arkeologi dikenal sebagai Bab edh-Dhra (Sodom) dan Numeira (Gomora). Di kedua kota itu ditemukan banyak artefak dan rangka manusia yang menunjukkan bekas kejadian bencana pada sekitar tahun 2000 SM.

Laut Mati menempati bagian utara jalur Lembah Retakan Besar (Great Rift Valley) yang memanjang dari Mozambik (Afrika Tenggara) sampai Siria (Asia Baratdaya) sepanjang 4830 km menghubungkan lembah-lembah retakan: East African Rift Valley-Laut Merah-Teluk Aqaba-Laut Mati-Sungai Yordan-Danau Galilea. Retakan Laut Mati merupakan transform boundary yang aktif bergerak antara Lempeng Arabia dan Sub-Lempeng Sinai. Laut Mati merupakan pull-apart basin yang dibentuk oleh tarikan transtensional dua sesar mendatar mengiri (sinistral-transtensional duplex) Sesar Yudea dan Sesar Moab.

Sodom dan Gomora terletak di atas Sesar Moab. Laut Mati dicirikan oleh endapan elisional, kegempaan yang tinggi, fenomena diapir, gunung garam dan gunung lumpur, serta akumulasi hidrokarbon (aspal dan bitumen) dengan kadar belerang tinggi.

Pembinasaan Sodom dan Gomora diinterpretasikan terjadi melalui bencana geologi dengan urutan : (1) pergerakan Sesar Moab, (2) gempa dengan magnitude 7,0+ yang menghancurkan kota-kota dan sekitarnya serta likuifaksi yang menenggelamkan sebagian wilayah kota-kota, (3) erupsi gunung garam dan gunung lumpur yang meletuskan halit, anhidrit, batu-batuan, lumpur, aspal, bitumen, dan belerang,(4) kebakaran kota-kota dan sekitarnya karena material hidrokarbon yang diletuskan terbakar sehingga menjadi hujan api dan belerang. Bencana katastrofik ini telah meratakan Sodom dan Gomora dan menewaskan seluruh penduduknya kecuali Lot/Luth dan dua putrinya.

Api dari langit yang menghujani Sodom dan Gomora bukan fenomena astroblem (seperti meteor), melainkan fenomena katastrofi (malapetaka) geologi berupa aspal dan bitumen yang terbakar serta belerang yang berasal dari letusan gunung garam dan gunung lumpur.

—————————-

Penutup

Di bagian penutup ini saya ingin mengingatkan kita sekali lagi bahwa bila kita mempercayai bahwa Tuhan adalah yang menciptakan alam semesta beserta isinya ini, maka kita juga harus mempercayai bahwa hukum-hukum yang mengatur proses alam adalah juga ciptaan Tuhan.

Hukum alam adalah ketentuan Tuhan tentang proses-proses yang berlangsung di alam. Seperti telah disebutkan di atas, dengan hukum-hukum alam itu Tuhan menciptakan Bumi menjadi tempat yang nyaman dihuni dan dapat diandalkan. Bagi Tuhan, manusia adalah salah satu ciptaannya yang kehadirannya di Bumi tidak berbeda dari berbagai ciptaannya yang lain, yaitu juga mengikuti hukum-hukum alam yang mengatur proses-proses di alam ini. Jadi, dari sudut pandang Tuhan, tidak dikenal istilah bencana alam. Istilah bencana alam ada bila kita melihatnya dari sudut pandang manusia.

Tuhan memberikan akal kepada manusia agar manusia dapat menjalankan tugas hidupnya di alam ini dengan memanfaatkan seluruh isi alam semesta ini, termasuk hukum-hukumnya.

Kemudian, untuk menilai apakah suatu fenomena alam yang menjadi bencana bagi manusia itu merupakan hukuman Tuhan bagi manusia, kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya. Itu adalah rahasia Tuhan. Adapun kabar tentang bencana yang ditimpakan Tuhan kepada suatu kaum di masa lalu yang disebutkan di dalam kitab suci Agama Islam dan Kristen, itu adalah sebagian rahasia Tuhan yang diberitahukan kepada manusia bahwa Tuhan bisa mengendalikan proses-proses alam dengan tidak merusak tatanan alam yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, meskipun Tuhan dapat mengendalikan alam semesta ini sesuai dengan keinginannya, tetapi Tuhan tidak berlaku sewenang-wenang terhadap ciptaannya dengan merusak hukum alam.

Demikianlah. Semoga bermanfaat.

Salam,

Wahyu

Note: terima kasih kepada Pak Awang atas izinnya untuk merepublikasi tulisannya itu. Pewarnaan di dalam teks dari saya dengan tujuan memberikan penekanan.

Posted in Alam Semesta, Cara Bumi di Hidupkan, FILSAFAT, Memahami Pengaturan, TUHAN | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , , , , , , , , , | 2 Comments »

KALENDER MATAHARI DAN KALENDER BULAN: Selamat Tahun Baru!

Posted by wahyuancol pada Januari7, 2011

Hari ini, tanggal 7 Januari 2011 tepat 7 hari kita memasuki tahun baru 2011 dari Kalender Matahari (KM). Sebelumnya, 7 Desember 2010 yang lalu kita telah memasuki tahun baru 1432 H dari Kalender Bulan (KB).

KM adalah kalender yang perhitungannya dilakukan berdasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari; adapun KB dibuat berdasarkan perhitungan peredaran Bulan mengelilingi Bumi.

Apakah arti dari perhitungan kalender yang berbeda itu?

Mari kita lihat arti dari kedua cara perhitungan kalender tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kalender Matahari

Dengan perhitungan waktu berdasarkan peredaran Bumi mengelilingi Matahari (KM), kita mengenal adanya empat musim di Bumi dan datang silih berganti di belahan Bumi bagian utara dan bagian selatan. Bila di belahan Bumi utara mengalami musim dingin, maka dibelahan Bumi selatan mengalami musim panas; demikian pula sebaliknya.

Di Indonesia, dengan perhitungan waktu berdasarkan peredaran Bumi mengelilingi Matahari ini kita mengenal adanya Angin Musim, yaitu Angin Musim Timur dan Angin Musim Barat yang bertiup silih berganti. Ketika Matahari berada di atas belahan Bumi bagian utara, di belahan Bumi utara terjadi Musim Panas dan di Kepulauan Indonesia terjadi Angin Musim Timur. Sebaliknya, ketika Matahari berada di atas belahan Bumi bagian selatan, di belahan Bumi utara terjadi Musim Dingin dan di Kepulauan Indonesia terjadi Musim Angin Barat.

Bagi Kepulauan Indonesia, perubahan musim angin juga berarti perubahan curah hujan yang turun di berbagai kawasan. Ketika berlangsung musim angin barat, umumnya di kawasan Kepulauan Indonesia terjadi musim hujan. Sebaliknya, ketika berlangsung musim angin timur, terjadi musim kering.

Pola perubahan musim itu menentukan kegiatan para petani dalam bercocok tanam, kegiatan para nelayan mencari ikan di laut yang tidak dapat dilakukan ketika gelombang laut tinggi, kegiatan transportasi laut atau penyeberangan antar pulau yang akan terganggu oleh kondisi angin yang kencang dan gelombang laut yang tinggi. Selain itu kejadian berbagai macam bencana alam juga berkaitan dengan perubahan musim ini seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, gelombang tinggi dan erosi pantai.

Kalender Bulan

Dengan perhitungan waktu berdasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi ini kita mengenal adanya Bulan Purnama ketika bulan tampak terlihat bulat di angkasa, dan Bulan Gelap ketika bulan hanya tampak sebagai bulan sabit ufuk timur atau barat.

Peredaran Bulan mengelilingi Bumi ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya permukaan laut, atau mempengaruhi kondisi pasang-surut. Waktu pemunculan atau terbenamnya Bulan menentukan waktu terjadinya air laut pasang dan waktu terjadinya air laut surut. Ketika bulan bergerak naik, air laut juga bergerak naik atau pasang; sebaliknya, ketika bulan bergerak turun. air laut juga bererak turun atau surut.

Perubahan pasang surut itu mempengaruhi aktifitas masyarakat pesisir. Salah satu yang perlu diperhatikan berkaitan dengan masalah banjir pasang-surut. Kondisi banjir pasang-surut yang terjadi berkaitan erat dengan posisi bulan terhadap suatu tempat di Bumi. Ketika bulan Purnama atau Bulan Gelap, banjir pasang-surut akan memiliki genangan yang tinggi dibandingkat waktu-waktu yang lain. Kondisi gelombang laut yang memukul ke pantai juga ditentukan oleh kondisi pasang surut ini.

Kehidupan Beragama

Bagi para pemeluk Islam, KB dipergunakan dalam perhitungan tahun yang dikenal dengan Tahun Hijrah. Penentuan awal bulan sangat penting bagi pelaksanaan ibadah Puasa. Mengawali dan mengakhiri Puasa Ramadhan dilakukan berdasarkan perhitungan pemunculan bulan di awal bulan Ramadhan dan pemunculan bulan di awal bulan Syawal. Demikian pula dengan pelaksanaan Ibadah Haji di bulan Dzulhijjah. Sementara itu, perhitungan waktu berdasarkan perhitungan peredaran Matahari dipergunakan oleh umat Islam untuk menentukan waktu-waktu shalat wajib lima waktu sehari semalam.

Penutup

Bumi, Bulan dan Matahari adalah sebagian benda langit yang dengannya kita dapat melakukan perhitungan waktu dan musim. Dengan memperhatikan waktu dan musim tersebut, kita dapat mengatur aktifitas kehidupan kita sehari-hari, baik itu aktifitas membina kehidupan seperti bercocok tanam atau perpergian (transportasi) atau beribadah, maupun aktifitas menghindar dari terkena bencana seperti banjir, longsor, kekeringan, gelombang tinggi.

Semoga bermanfaat.

Salam,

Wahyu

Posted in Alam Semesta, FILSAFAT, Memahami Pengaturan, TUHAN | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , , | Leave a Comment »

Memahami Proses Penciptaan 3: Partikel elementer dan material organik

Posted by wahyuancol pada September3, 2009

Pada kesempatan sebelumnya, kita telah berbicara tentang partikel elementer dan alam semesta. Sekarang kita coba berbicara tentang partikel elementer dan material organik.

————————-

Material Organik

Di dalam ilmu kimia, orang membedakan antara senyawa organik dan inorganik. Perbedaan awal antara senyawa organik dan inorganik itu didasarkan pada kepercayaan bahwa molekul-molekul dari sistem yang hidup (living system, organisme) adalah unik dan tidak dapat disintesis atau diciptakan di dalam laboratorium. Sekarang, pendapat itu tidak dapat diterima, karena sekarang di dalam industri manufaktur menghasilkan senyawa organik baik dalam riset maupun industri obat-obatan adalah hal yang rutin dilakukan. Memang, secara alamiah, molekul-molekul organik dihasilkan oleh sistem yang hidup.

Senyawa organik adalah senyawa kimia yang mengandung karbon yang memiliki kelompok fungsional.

Di dalam ilmu kimia, sejumlah kecil atom di dalam suatu susunan dapat menentukan sifat-sifat kimia dari suatu kelompok senyawa kimia dan sifat-sifat molekul dimana atom itu bergabung. Kelompok senyawa itu adalah kelompok fungsional (functional groups). Misalnya, group carboxyl COOH, atau group amine NH2.

Material organik dapat didefinisikan sebagai senyawa kimia yang merupakan rantai karbon dan mengandung hidrogen dengan atau tanpa oksigen, nitrogen atau unsur-unsur lain.

Penyusun Tubuh Manusia

Tubuh manusia terutama tersusun oleh empat unsur atau elemen utama, yaitu hidrogen (H), oksigen (O), karbon (C), dan nitrogen (N). Kombinasi dari unsur-unsur kimia itulah yang menentukan atau membentuk berbagai komponen tubuh manusia.

Komponen penyusun tubuh manusia adalah:

  1. Air (H2O), sebanyak 98-99%.
  2. Lemak atau Lipid, dominan tersusun oleh H dan C.
  3. Protein, merupakan senyawa yang tersusun oleh C, H, O, N, S dan unsur-unsur lain.
  4. Karbohidrat, pemberi energi bagi sel, tersusun oleh C, H dan O.
  5. Nucleic Acid adalah penyimpan, penyalur dan pengekspresi informasi genetik. Nucleic acid tersusun oleh sub-unit yang disebut nucleotide yang mengandung satu group fosfat, satu gula dan satu ring atau rantai karbon dan atom nitrogen.

Uraian tentang tubuh manusia ini juga mewakili gambaran tentang hewan.

Penyusun Tumbuhan

Kayu bukan senyawa kimia tunggal, tetapi memiliki berbagai struktur. Semua struktur tersebut dikenal sebagai senyawa organik yang sebagian besar adalah karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O).

Kayu sebagian besar adalah selulose. Selulose adalah karbohidrat yang tersusun oleh C, H dan O.

———————————

Dari uraian di atas jelas bahwa, senyawa organik atau material organik penyusun tubuh manusia dan hewan serta tumbuhan tersusun oleh unsur-unsur atom yang merupakan bagian unsur-unsur atom yang kita kenal dalam Sistem Periodik atau Susunan Berkala unsur kimia. Unsur-unsur yang dominan adalah C, H, O, N, S dan P.

Dengan demikian, kita pun dapat mengatakan bahwa tumbuhan, hewan dan manusia juga berasal dari partikel elementer, sebagaimana halnya dengan mineral dan batuan serta Bumi yang telah kita bicarakan sebelumnya.

Akhirnya, kembali kita dapat bertanya: siapa yang memberikan potensi kepada atom-atom itu dan mengendalikannya untuk membentuk senyawa organik? Tidak mungkin kan semua itu terjadi secara kebetulan?

Demikian hubungan antara partikel elementer dan material organik.

Semoga bermanfaat.

Selamat berpuasa.

Salam,

Wahyu

Posted in Alam Semesta, Penciptaan, TUHAN | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , , , , , , | 3 Comments »