Kepulauan Indonesia

Cerita dari, untuk dan tentang Kepulauan Indonesia beserta Penghuni dan Penduduknya

Posts Tagged ‘Batuan sedimen’

Batuan 4 (Mineral Penyusun Batuan Sedimen)

Posted by wahyuancol pada Oktober25, 2010

Sebelum membicarakan mineral penyusun batuan sedimen, ada baiknya kita menoleh kembali pada macam-macam batuan sedimen. Tentang macam-macam batuan sedimen, secara sangat sederhana telah kita bicarakan sekilas di dalam posting Batuan 1 tentang klasifikasi batuan. Tetapi, pengelompokan batuan yang sangat sederhana tersebut masih sulit bagi kita untuk memahami tentang komposisinya. Agar lebih jelas, sebaiknya kita meninjau klasifikasi batuan sedimen berdasarkan asal usulnya atau genesanya.

Berdasarkan genesanya, batuan sedimen dapat kita klasifikasikan menjadi:

  1. Batuan sedimen terrigen: batuan sedimen yang berasal dari hasil erosi batuan di daratan.
  2. Batuan sedimen volkanogenik: batuan sedimen hasil erupsi letusan gunungapi.
  3. Batuan sedimen biogenik: batuan sedimen hasil aktifitas biologi.
  4. Batuan sedimen hidrogenik: batuan sedimen hasil reaksi kimia an-organik di dalam air laut. Batuan ini disebut juga batuan sedimen autigenik.
  5. Batuan sedimen kosmogenik: batuan sedimen yang berasal dari luar angkasa.

Dari kelima kelompok batuan sedimen tersebut, bila kita lihat berdasarkan klasifikasi batuan sedimen yang membedakan batuan sedimen menjadi batuan sedimen klastik dan non-klastik, maka jenis batuan sedimen nomor 1 dan 2 masuk ke dalam batuan sedimen klastik, sedang nomor 3 dan 4 masuk kelompok batuan sedimen non-klastik. Untuk yang nomor 5, tidak dapat dimasukkan dalam skema klasifikasi yang hanya membedakan antara sedimen klastik dan non-klastik. Tetapi kita tidak perlu risau karena material yang berasal dari ruangkasa itu amat sangat sedikit dan tidak pernah dijumpai membentuk tubuh batuan tersendiri, sehingga dapat kita abaikan dalam pembicaraan ini.

Batuan Sedimen Klastik Terrigen

Secara sederhana, komposisi mineral batuan sedimen ini ditentukan oleh komposisi mineral batuan asalnya. Apa bila berasal dari rombakan batuan beku, misalnya granit, maka mineral-mineral dari granit tersebut menjadi penyusun batuan sedimennya. Jadi, mineral-mineral penyusunnya sangat ditentukan oleh batuan asal. Tetapi persoalannya tidak sesederhana itu. Ada proses pelapukan yang bekerja, baik kimiawi maupun mekanis. Pelapukan kimiawi terjadi dalam proses perombakan batuan asalnya sehingga mineral-mineral penyusunnya terlepas. Sementara itu, pelapukan fisik terutama bekerja ketika transportasi butiran mineral terjadi. Kedua macam pelapukan ini akan menyisakan mineral-mineral yang resisten (berdaya tahan kuat), sedang mineral-mineral yang lemah secara kimiawi akan hilang berubah menjadi mineral lain hasil pelapukannya, seperti mineral-mineral lempung (clay minerals); sedang yang mudah lapuk secara fisik akan mudah hancur menjadi butiran halus yang pada gilirannya juga mudah lapuk secara kimiawi. Mineral yang paling resisten adalah kuarsa, dan kemudian tingkat di bawahnya adalah feldspar. Sedang mineral-mineral lainnya sangat mudah lapuk, sehingga tidak dapat terawetkan di dalam batuan sedimen.  Pada tingkat pelapukan yang sangat lanjut, seluruh mineral asal dapat berubah sehingga kita tidak dapat lagi mengetahui batuan asalnya. Dengan demikian, tingkat pelapukan akan menentukan mineral penyusun batuan sedimen. Kesimpulannya, komposisi mineral di dalam batuan sedimen klastik terrigen ditentukan oleh komposisi mineral batuan asalnya, mekanisme perombakan batuan asalnya, transportasi sedimen, tingkat pelapukan batuan sedimen.

Batuan Sedimen Volkanik Klastik

Material penyusun batuan sedimen ini berasal dari hasil erupsi letusan gunungapi yang melemparkan batuan ke udara. Seperti letusan Gunung Merapi beberapa waktu yang lalu. Ketika masih dalam bentuk sedimen lepas, kita masih dapat mengenal kehadiran mineral-mineral plagioklas, piroksin atau fragmen batuan. Tetapi bila telah menjadi batuan dan sangat lapuk, maka mineral-mineral dan fragmen batuan tersebut jarang terawetkan.

Batuan Sedimen Biogenik

Batuan sedimen biogenik adalah hasil aktifitas organisme. Berbagai macam organisme yang dapat dijumpai menyusun batuan sedimen antara lain adalah: koral, moluska,  foraminifera, diatom, radiolaria. Kelompok koral, moluska dan foraminifera menghasilkan sedimen karbonat (CaCO3), sedang diatom dan radiolaria menghasilkan sedimen silika. Batuan sedimen biogenik yang dominan adalah batuan karbonat, yaitu batugamping terumbu. Batugamping terumbu adalah hasil aktifitas organisme koral. Organisme penyusun batuan ini terutama adalah koral. Organisme penyusun lainnya yang mungkin dijumpai antara lain adalah  foraminifera, moluska, dan alga. Secara mineralogi, mineral penyusunnya yang  utama adalah mineral karbonat, yaitu kalsit. Pada kondisi tertentu, foraminifera (batugamping foraminifera) atau moluska (batugamping moluska) atau alga (batugamping alga) dapat menjadi penyusun batuan yang dominan. Untuk sedimen silika, diatom dapat dominan sehingga membentuk diatomit, sedang radiolaria membentuk radiolarit.

Batuan Sedimen Hidrogenik

Kelompok batuan ini dapat terbentuk oleh proses evaporasi air laut atau oleh pengendapan dari air laut melalui proses kimia. Batuan hasil evaporasi air laut seperti halit (garam batu) tersusun oleh mineral halit, gipsum (batu gipsum) tersusun oleh mineral gipsum, dolomit tersusun oleh mineral dolomit. Adapun batuan yang terbentuk oleh pengendapan kimia air laut antara lain rijang (chert) yang tersusun oleh mineral-mineral silika, dan batuan sedimen kaya besi (iron-rich sedimentary rock) yang tersusun oleh mineral-mineral silikat yang kaya besi seperti hematit, magnetit, glaukonit, pirit.

Penutup

Batuan sedimen yang umumnya kita jumpai adalah batuan sedimen klastik. Di lingkungan tertentu banyak kita jumpai batuan karbonat.

Batuan sedimen klastik biasa diklasifikasi berdasarkan ukuran butirnya seperti menjadi batupasir, batulanau atau batulempung. Berkaitan dengan komposisi kimianya, biasanya hanya disebutkan mengandung material karbonat atau tidak mengandung mineral karbonat. Berkaitan dengan material penyusunnya, biasa diamati batuan itu mengandung material volkanik atau tidak, atau mengandung organisme atau tidak (misalnya dengan menyebut mengandung fragmen moluska, atau berfosil), atau mengandung material lain seperti fragmen kayu, fragmen batuan dan lainnya.

Posted in Batuan, LITOSFER, Sedimen | Dengan kaitkata: , , , , , , | 2 Comments »

Batuan 3 (analisis megaskopis)

Posted by wahyuancol pada November10, 2009

Analisis megaskopis terhadap batuan adalah pengamatan terhadap batuan yang dilakukan terhadap sampel genggaman atau singkapan di lapangan dengan menggunakan mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar.

Klasifikasi batuan sederhana yang saya posting sebelumnya sebenarnya adalah klasifikasi batuan untuk analisis megaskopis.

Dengan analisis megaskopis kita dapat menentukan jenis dan nama batuan. Faktor kunci yang diperlukan adalah (1) pemahaman tentang karakteristik dari setiap jenis batuan sehingga mampu membedakan antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorfik, (2) kemampuan mengidentifikasi mineral-mineral utama penyusun batuan atau komponen lainnya sehingga mampu menyebutkan komposisi batuan, (3) kemampuan mengenal berbagai macam tekstur atau struktur dari setiap jenis batuan.

Batuan Beku

Batuan beku secara umum dapat kita bedakan dengan mudah dari warna dan ukuran butir kristal mineral penyusunnya.

Warna batuan: dapat dibedakan menjadi kelompok batuan berwarna cerah, abu-abu, gelap (hitam dan hijau). Warna batuan mencerminkan komposisi mineral penyusunnya. Selanjutnya lihat klafikasi sederhana.

Ukuran butir mineral: dapat dibedakan menjadi kasar (fanerik kasar), halus (fanerik halus) dan sangat halus (afanitis).

Kelompok batuan yang berbutir kasar sampai medium: granit, diorit,  gabro; berbutir halus sampai afanitik: riolit, andesit, basalt.

Kelompok batuan ultramafik mineral penyusunnya berukuran butir sangat besar.

Mineral-mineral penyusun batuan yang umum kita jumpai menyusun batuan beku adalah kuarsa, feldspar, biotit, hornblende, piroksin, olivin.

Kuarsa: bening-putih seperti kaca.

Feldspar: putih sampai abu-abu, kilat kaca sampai agak suram.

Biotit: hitam, kilat kaca.

Hornblende: hitam, kilat kaca, memanjang.

Piroksin: hitam, kilat kaca, tampak endek.

Olivin: berwarna hijau, kilat kaca.

Tekstur batuan beku menggambarkan tingkat kristalisasi batuan yang terekspresikan dalam bentuk ukuran butir mineral penyusunnya.  Secara megaskopis kita dapat membedakan tekstur ekuigranular (butiran relatif berukuran seragam), porfiritik (terdapat butiran yang lebih kasar atau fenokris  di antara butiran yang lebih halus yang lebih banyak atau massa dasar), dan afanitik (butiran tak dapat dibedakan secara megaskopis).

Struktur batuan beku memperlihatkan adanya kenampakan tanda-tanda yang menunjukkan proses yang terjadi ketika pembekuan berlangsung. Bila batuan tampak homogen, dikatakan berstruktur masif; bila tampak ada kesan orientasi tertentu dari butiran mineral atau lubang, dikatakan berstruktur aliran atau fluidal yang menunjukkan bahwa magma mengalir ketika pembekuan berlangsung.

Batuan Sedimen

Batuan sedimen dapat dikenal dengan dari bentuk dan ukuran butir komponen penyusunnya dan komposisi. Secara umum butiran batuan sedimen mengesankan adanya mekanisme transportasi yang terlihat dari butirannya yang terkesan mengalami penggerusan. Setiap butiran komponen penyusunnya tampak benar-benar terpisah satu sama lain dengan kata lain tidak ada kesan tumbuh bersama. Hubungan antar butiran penyusunnya juga mengesankan kehadiran melalui bantuan media traspotasi yang terlihat dari butiran yang benar-benar terpisah satu sama lain. Keadaan ini berbeda dengan batuan beku atau batuan metamorf. Pada kedua jenis batuan tersebut butiran mineral penyusunnya dapat saling mengunci karena tumbuh atau terbentuk di dalam lingkungan yang relatif sama dan berdampingan dengan kontak fisik.

Kenampakan berlapis yang jelas batas perlapisannya secara fisik menjadi ciri umum batuan sedimen. Perlapisan dapat terjadi karena perbedaan ukuran butir yang tegas, dan setiap unit lapisan terpisah secara fisik.

Komponen penyusun batuan sedimen dapat berupa mineral, dan dapat pula fragmen cangkang, fragmen tumbuhan atau fragmen batuan lain. Semua komponen berupa fragmen tersebut bila ada akan dapat kita kenal dengan mudah. Untuk komponen berupa mineral, mungkin sulit mengenal jenis mineralnya, tetapi kita dapat kita kenal dari sifat fisiknya seperti mineral lempung yang lunak. Mineral-mineral kristalin umunya terasa seperti butiran pasir.

Ukuran butiran sangat bervariasi, yang dalam pengertian sehari-hari dapat berukuran butir mulai dari sangat halus seperti bedak; berukuran pasir seperti pasir yang dipergunanan oleh tukang bangunan untuk membuat pasangan tembok; kerikil yang berukuran gotri, kelereng, bola pingpon, bola tenis dan seterus nya sampai bola basket yang kita kenal sebagai bongkahan batu. Keadaan ini berbeda dari batuan beku atau metamorf yang ukuran butirannya secara umum berada dalam kisaran beberapa milimeter. Di dalam batuan beku mungkin dijumpai mineral yang berukuran mencapai 1 senti meter, tetapi itu untuk kondisi khusus yang jarang.

Apabila kita menjumpai batuan sedimen atau mengamati sampel batuan sedimen, maka bila kita meraba permukaannya akan terasa permukaan yang kasar seperti amplas. Bila batuan itu lunak, dapat terasa permukaan yang halus. Bila butirannya mudah lepas maka kita dapat mengerusnya dengan kuku dan melepaskan butirannya. Kita tidak pernah menjumpai kondisi batuan yang lunak dan mudah digerus kuku pada batuan beku. Pada batuan metamorfik, kondisi batuan yang butirannya mudah dilepas atau lunak  juga sangat jarang.

Batuan sedimen yang umum dijumpai adalah batu pasir yang butirannya berukuran pasir; batulempung yang berbutir halus dan menjadi liat bila basah; batu lanau bila berbutir halus tetapi terasa seperti ampelas.

Apabila ada fragmen di dalam batuan sedimen, maka kita akan dengan mudah mengenalnya apakah itu fragmen batuan, fragmen hewan yang umumnya berupa cangkang, atau fragmen kayu.

Batuan Metamorfik

Batuan metamorfik mudah dikenal dari mineral penyusunnya yang kristalin dan umumnya berbentuk lempengan, memanjang atau pipih. Pada satu sampel batuan, sering kita melihat kesan penjajaran di satu sisi dan kesan berbutir di sisi yang lain yang tegak lurus dengannya.

Batuan metamorf mudah dibedakan dari komponen penyusunnya dan kenampakan fisiknya. Sering batuan metamorfik memiliki kenampakan seperti batuan beku, tetapi kita dapat membedakannya dari batuan beku dari kehadiran mineral-mineral pipih atau mika dan adanya kenampakan butiran yang terorientasi.

Kehadiran mineral pipih yang banyak kadang membuat batuan metamorfik tampak seperti tersusun oleh lempengan mineral yang mudah dipisahkan seperti lembaran kertas. Sementara kehadirn mika sering memberi kenampakan berkilat pada permukaan batuan.

Perlu kita ingat bahwa faktor temperatur dan tekanan adalah dua hal penting dalam pembentukan batuan metamorfik. Faktor tekanan itulah yang menimbulkan penjajaran mineral di dalam batuan metamorfik. Kehadiran mineral mika merupakan indikator penting yang membedakan batuan metamorfik dari batuan beku, dan menentukan tingkat metamorfime yang dialami batuan metamorfik.

Demikian uraian singkat tentang pengenalan batuan secara megaskopis.

Semoga bermanfaat.

Salam,

Wahyu

Posted in Batuan, LITOSFER | Dengan kaitkata: , , | 4 Comments »

Batuan 1 (klasifikasi sederhana)

Posted by wahyuancol pada November22, 2008

Batuan adalah material padat yang tersusun oleh kristal-kristal dari berbagai jenis mineral, atau pecahan kristal mineral-mineral, pecahan batuan, dan dapat juga mengandung fragmen cangkang organisme.

Klasifikasi batuan yang paling sederhana dan mendasar adalah klasifikasi batuan berdasarkan pada genesanya atau asal-usulnya atau cara kejadiannya. Berdasarkan asal usulnya, batuan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. Batuan beku, yaitu batuan yang berasal dari pembekuan dan kristalisasi magma.
  2. Batuan sedimen, yaitu batuan yang berasal dari rombakan batuan lain yang telah ada sebelumnya baik itu batuan beku, sedimen atau metamorfik.
  3. Batuan metamorfik, yaitu batuan berasal dari batuan lain yang telah ada sebelumnya (batuan beku, sedimen atau metamorfik) yang mengalami proses metamorfosa, yaitu perubahan dalam kondisi padat karena temperatur dan tekanan yang tinggi, atau karena cairan hidrotermal. Batuan yang mengalami proses metamorfisme akan mengalami perubahan komposisi mineral, perubahan tekstur, dan perubahan komposisi kimia.

Batuan beku selanjutnya dapat diklasifikasinya berdasarkan berdasarkan berbagai macam komposisi kimianya, salah satunya yang sederhana adalah berdasarkan pada kandungan silika atau SiO2 menjadi:

  1. Batuan beku asam. Batuan ini berwarna cerah, kandungan silika tinggi, 65 – 75 % SiO2, yang dicirikan terutama oleh kehadiran mineral berwarna cerah: kuarsa dan K-feldspar, dan mineral berwarna gelap:biotit. Termasuk kategori ini antara lain adalah Granit dan Riolit.
  2. Batuan beku menengah. Batuan ini berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap, mengandung silika menengah, 52 – 65 %, yang dicirikan oleh kehadiran mineral-mineral cerahnya plagioklas menengah (Ca-Na plagioklas) yang dominan, dan mineral berwarna gelap yang utama adalah hornblende. Termasuk kategori ini antara lain adalah Andesit dan Diorit.
  3. Batuan beku basa. Batuan ini berwarna gelap, hitam, kandungan silikanya rendah, 45 – 52 %, yang dicirikan oleh kehadiran mineral cerah plagioklas basa (Ca-plagioklas), dan mineral berwarna gelap yang dominan piroksen. Termasuk kategori ini antara lain adalah Gabro dan Basalt.
  4. Batuan beku ultrabasa. Batuan ini berwarna gelap, hijau gelap, kandungan silikanya sangat rendah, < 45 %, yang dicirikan terutama oleh kehadiran mineral berwarna gelap olivin dan piroksin, dan tanpa mineral berwarna cerah. Termasuk kategoti ini adalah Peridotit, Dunite, Piroksenit.

Skema kisaran komposisi mineral batuan beku dapat dilihat pada Gambar ini.

Batuan sedimen selajutnya juga dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Cara yang paling sederhana adalah berdasarkan pada cara terbentuknya menjadi:

  1. Batuan sedimen klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses perombakan batuan lain yang telah ada sebelumnya. Hasil rombakan itu kemudian mengalami transportasi oleh media air, angin atau es dan diendapkan di tempat lain. Endapan tersebut disebut sebagai sedimen. Dengan berjalannya waktu, endapan sedimen mengalami pembatuan atau litifikasi menjadi batuan sedimen.
  2. Batuan sedimen non-klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses kimiawi atau biologis di dalam kolom air.

Batuan metamorfik, seperti dua jenis batuan sebelumnya juga dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan pada struktur, tekstur maupun komposisi mineralnya. Kenampakan yang sangat khas dari batuan metamorfik adalah hadirnya kesan penjajaran mineral penyusunnya. Penjajaran mineral ini terjadi akibat dari pengaruh tekanan yang dialami batuan tersebut. Penjajaran mineral dapat berupa penjajaran mineral pipih seperti mika, atau mineral berbentuk batangan seperti feldspar. Kesan perlapisan atau perlapisan pada batuan metamorfik disebut foliasi.

Pada dasarnya, berdasarkan pada kenampakan foliasinya, ada dua tipe batuan metamorfik, yaitu:

  1. Batuan metamorfik yang berfoliasi, yaitu batuan metamorfik yang memperlihatkan kenampakan adanya kesan perlapisan atau penjajaran mineral, seperti slate, filit, skis, gneis.
  2. Batuan metamorfik yang tidak berfoliasi, yaitu batuan metamorfik yang tidak memperlihatkan adanya kesan perlapisan atau penjajaran mineral, seperti mamer, kuarsit dan hornfles.

Pada batuan metamorfik yang berfoliasi, kondisi foliasi batuan tersebut menggambarkan kondisi tingkatan proses metamorfisme yang dialami batuan tersebut. Tingkatan foliasi batuan metamorfik ini dapat dibedakan menjadi berfoliasi lemah, berfoliasi menengah, dan berfoliasi kuat. Makin tinggi tingkat foliasi, maka makin tegas foliasinya dan makin banyak kandungan mineral pipihnya, dan foliasinya dapat “dikupas” dengan tangan.

Klasifikasi yang  sederhana adalah berdasar tingkatan yang menggambarkan tingkat perubahan yang terjadi pada batuan asalnya, yaitu mengklasifikasikan batuan metamorf yang berfoliasi menjadi:

  1. Batuan metamorf tingkat rendah, yaitu yang berfoliasi lemah, seperti slate (batu sabak)
  2. Batuan metamorf tingkat menengah, yaitu yang berfoliasi menengah, seperti filit
  3. Batuan metamorf tingkat tinggi, yaitu yang berfoliasi kuat, seperti skis

Tinggi atau rendahnya tingkat metamorfosa yang dialami suatu batuan tercermin pada perubahan tektur, struktur dan komposisi mineralnya. Selain itu, jenis batuan metamorf yang terbentuk ditentukan juga oleh batuan asalnya. Misalnya, batulempung dan batupasir mengalami metamorfosa dengan tingkat yang sama, maka akan menghasilkan batuan metamorfik yang berbeda.

Ingin tahu lebih jauh?

Batuan 2, Batuan 3, Batuan 4, Batuan 5

Posted in B, Batuan, GLOSARIUM | Dengan kaitkata: , , , , , , | 20 Comments »

SB: Siklus Batuan

Posted by wahyuancol pada Juni21, 2008

Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan dibentuk, dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk kembali sebagai hasil dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini berjalan secara kontinyu dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer, hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari.

Kerak bumi yang tersingkap ke udara akan mengalami pelapukan dan mengalami transformasi menjadi regolit melalui proses yang melibatkan atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Selanjutnya, proses erosi mentansportasikan regolit dan kemudian mengendapkannya sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen tertimbun dan mengalami kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen. Kemudian, proses-proses tektonik yang menggerakkan lempeng dan pengangkatan kerak Bumi menyebabkan batuan sedimen mengalami deformasi. Penimbunan yang lebih dalam membuat batuan sedimen menjadi batuan metamorik, dan penimbunan yang lebih dalam lagi membuat batuan metamorfik meleleh membentuk magma yang dari magma ini kemudian terbentuk batuan beku yang baru. Pada berbagai tahap siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat kerak bumi dan menyingkapkan batuan sehingga batuan tersebut mengalami pelapukan dan erosi. Dengan demikian, siklus batuan ini akan terus berlanjut tanpa henti (Gambar 5).

Gambar 5. Siklus batuan. Menggambarkan proses yang menyebabkan batuan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain dan ditransportasikan. Sumber: Skinner dan Porter (2000)

Kembali Terus

Posted in Batuan, Cara Bumi di Hidupkan | Dengan kaitkata: , , , , , , , , , , , , , , , , | 8 Comments »